SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Tim yustisi gabungan yang terdiri dari TNI, Kepolisian dan Satpol PP, sempat datangi asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan 10 Surabaya.
Namun kedatangan petugas mendapatkan penolakan ratusan mahasiswa dengan alasan pasukan yang dibawa berlebihan, padahal petugas bermaksud melakukan operasi yustisi.
“Rencananya mau yustisi. Tapi mereka menolak. Alasannya mereka menolak karena pasukan banyak, kedua kami berpresepsi mereka menyembunyikan sesuatu sehingga menolak kedatangan kami,” kata Camat Tambaksari Ridwan Mubarun pada wartawan dilokasi, Jumat (6/7/2018).
Ridwan mengungkapkan, upaya operasi yustisi yang dilakukan pasukan gabungan karena banyak keluhan warga dan pengurus RT yang resah dengan kegiatan para mahasiswa Papua didalam asrama selama ini.
“Selain selalu tertutup, laporan dari pengurus RT dan warga mereka selalu mengadakan diskusi yang berisi tentang upaya memisahkan dari NKRI,” ungkap Ridwan.
Ia mencontohkan, diskusi yang dilakukan pada 1 Juli lalu diketetahui mengangkat tema tentang Papua Merdeka.
“Malam ini mereka berencana memutar sebuah film dan berdiskusi 20 Tahun Biak Berdarah. Ini kan sudah tidak benar,” ungkapnya.
Aksi petugas gabungan yang ditolak para mahasiswa Papua yang sudah berjaga didepan pagar asrama menolak petugas terjadi sejak pukul 20.00 Wib.
Namun 2 jam kemudian, upaya pendekatan petugas gabungan tidak berhasil dan memutuskan menarik diri karena mahasiswa semakin banyak yang keluar.
“Kami tidak tahu berapa jumlah mahasiswa didalam karena masih ada mahasiswa yang sudah lulus masih tinggal disana. Karena kondisi tidak memungkinkan, kami menarik diri dan menunggu petunjuk pimpinan. Tapi kami pasti akan lakukan operasi yustisi menunggu kondisinya dingin dulu,” pungkas Ridwan.
Tidak hanya itu, mahasiswa Papua ini menolak kedatangan petugas gabungan TNI, Kepolisian dan Satpol PP yang hendak operasi yustisi karena tidak bisa menunjukkan surat perintah yang jelas.
“Pak Camat nggak menunjukkan surat itu. Ini negara demokrasi. Jangan tebang pilih kalau mau Yustisi,” kata Anindya Shabrina salahsatu mahasiswi universitas swasta di Surabaya Timur pada wartawan, Jumat (6/7/2018).
Para mahasiswa papua juga menilai kegiatan yang dilakukan didalam asrama hanya sebuah diskusi biasa antar mahasiswa.
“Ini acara diskusi antar mahasiswa soal kekerasan di Biak,” ungkapnya.
Akhirnya sebagian petugas gabungan memilih untuk menarik diri karena situasi tidak memungkinkan, tetapi beberapa petugas berpakaian preman masih terlihat bersiaga dengan jarak sekitar 10 meter dari asrama. (q cox)