SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Jasa tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Ayub Basalamah menilai wacana moratorium tenaga kerja indonesia ke Malaysia tak efektif. Menurutnya, tanpa ada moratorium, masih banyak TKI yang berangkat non prosedural.
“Menurut data di sistem komputerisasi tenaga Kerja Luar Negeri (SISKO-TKLN), TKI yang berangkat ke Malaysia hanya 8 ribu orang,” terangnya saat menyelanggarakan Rapimnas DPP Apjati di Hotel JW Mariot Surabaya.
Sementara, dari data Ditjen Imigrasi, TKI yang masuk ke Malaysia dan mengantongi izin kerja sebanyak 28 ribu. Sehingga, sekitar 20 ribu TKI di Malaysia yang belum terdaftar. Ayub mengatakan, pemerintah semestinya mempermasalahkan TKI non prosedural bukan TKI prosedural.
“Untuk itu, moratorium tak kena sasaran,” katanya
Sebelumnya, wacana penetapan moratorium mengemuka, pasca kasus penganiayaan TKI Adelina yang dianiaya hingga tewas oleh majikannya di Malaysia, Minggu (11/2). Rencana penetapan moratorium itu pun telah dipertimbangkan oleh berbagai kementerian, termasuk di antaranya Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Luar Negeri RI. Pertimbangannya adalah, demi menjamin perlindungan dan pemenuhan hak pekerja migran Indonesia di Malaysia.
Ayub menyatakan, karena moratorium sifatnya hanya sementara, Kementrian luar negeri semestinya dalam membuat tata kelola TKI melibatkan semua stakeholder.
“Tapi, kalau menurut saya tak efektif,” tegasnya
Ketua Umum Apjati berharap pengiriman TKI ke luar negeri sebagai sebuah peluang kerja, bukan keterpaksaan. Ia menambahkan, jika mindset masyarakat menganggap bahwa penempatan TKI ke manca negara sebagai peluang kerja, maka mereka yang ditempatkan adalah TKI yang mampu dan kompeten.
“Kalau sebagai keterpaksaan maka akan menjadi masalah,” paparnya
Ayub mencontohkan, Filipina yang menjadikan penempatan tenaga kerjanya k luar negeri sebagai peluang pasar. Dampaknya, tenaga kerja yang diberangkatkan segala sesuatunya dipersiapkan dengan baik, mulai ketrampilan, aspek hukum dan lainnya.
“Jika tidak bargainingnya akan lemah,” katanya
Ia mengakui, selama ini pemerintah sudah melakukan pelatihan ketrampilanm di Balai Latihan Kerja (BLK) kemudian sertifikasi. Namun, pengiriman itu dianggap sebagai keterpaksaan. Sehingga, hasilnya juga tak maksimal.
“Jika dianggap sebagai peluang , ada semangat untuk memproteksi diri,” tandasnya
Ketua DPD Apjati Jatim, Mazlan Mansur mengungkapkan, untuk memfilter ketrampilan, kemampuan TKI berada di BLK. Ia mengatakan, para TKI setelah diberi pelatihan dan sertifikat, kompetensinya akan diuji lagi sesuai profesi dimana yang bersangkutan ditempatkan. Maslan mengungkapkan , jumlah TKI asal Jatim relatif besar sekitar 77 ribu orang. Dengan jumlahnya yang begitu besar, ia berharap mendapatkan perhatian dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam peningkatan kapasitas TKI.
“Supaya bisa bersaing dan layak ditempat dinegara itu,” jelasnya
Mazlan mengungkapkan, beberapa daerah di Jawa timur yang selama ini menjadi penyumbang terbesar dalam pengiriman TKI ke luar negeri, diantaranya Blitar, Tulungagung dan Kediri. (q cox)