JAKARTA (Suarapubliknews) – Bambang Haryo Soekartono Anggota Komisi V DPR RI periode 2014-2019 dari Partai Gerindra, mendesak Pemerintah (Kemenkhub) agar menunda pengoperasian bandara baru New Yogyakarta International Airport (NYIA) Kulon Progo.
Menurut Bambang, tidak hanya ditunda pengoperasiannya, bila perlu dibatalkan rencana kepindahan bandaranya dan bangunannya dibongkar karena area di lokasi pembangunan bandara tersebut sangat rawan terhadap bencana.
“Sesuai PP 28 th 2012, dikatakan bahwa wilayah itu rawan terhadap bencana, jadi tidak boleh dibangun proyek objek vital nasional, karena tanahnya bergerak, sangat berpotensi likuifaksi, dan pada saat terjadi gempa 5 SR lalu, tanahnya seperti ombak,” ucap Bambang kepada media ini. Senin (29/04/2019)
Sesuai hasil studinya, Bambang mengatakan jika area lahan yang saat ini telah terbangun konstruksi bandara merupakan area yang dekat dengan jalur lempeng selatan yang disebut Indo-Australia, yang sering menghasilkan gempa megathrust.
“Saat saya tanyakan kepada pak Menteri, dijawab kalau pihaknya telah menghitung kekuatannya untuk tahan gempa. Padahal dampak megathrust diatas 10 SR itu berpotensi tsunami dengan ketinggian yang luar biasa,” katanya.
Bambang mengatakan, bahwa hasil studinya ini ternyata diperkuat bahkan diamini oleh profesor asal Jepang yang juga mengatakan bahwa di area tersebut tanahnya bergerak dan bisa muncul likudifiksi.
“Ini kan membahayakan proyek yang nilainya 10 triliun lebih. Tapi yang harus lebih jadi pertimbangan adalah akan membayakan publik. Karena menurut dia (prof asal jepang-red), dengan gempa 8 SR saja, ketinggian ombak dampak tsunami bisa mencapai 12 meter disisi terminal. Dan ini sudah pernah terjadi 300 tahun lalu, dengan ketinggian yang lebih,” tuturnya.
Bambang menceritakan jika pihak Kemenhub masih berusaha berkilah jika bandara tersebut telah menyiapkan rungan di lantai 15 untuk evakuasi. Maka dia spontan menyergah jawaban tersebut.
“Emang ini bisa, dan bisa secapat itu. Lantas bagaimana dengan pesawat yang sandar saat terjadi, tentu akan terseret dan bisa menghancurkan bangunan itu. Artinya, meskipun orangnya sudah di evakuasi, tentu kesalamatannya masih diragukan, karena bangunannya bisa hancur,” sergahnya.
Saat ditanya solusi agar New Yogyakarta International Airport (NYIA) Kulon Progo bisa tetap dioperasikan dengan jaminan keamanan, Bambang mengatakan hanya ada satu jalan, yakni membangun tembok dalam di laut.
“Dibangun tembok yang dalam di lautan, sehingga tanahnya tidak bergeser ke arah pantai. Harganya pasti mahal, tetapi tetap tidak sebanding dengan harga nyawa publik yang tidak ternilai itu,” jawabnya.
Bambang mengaku bingung dengan kebijaan pembangunan objek vital berupa bandara di area tersebut, pasalnya nyawa publik itu dipertaruhkan dengan kondisi bandara yang rawan bencana.
“Padahal sudah ada PP yang melarang pembangunan disitu. Itu kan namanya cari perkara. Kesan yang saya tangkap justru nyawa publik dijadikan umpan. Nyawa kok dijadikan coba-coba,” katanya dengan ekspresi kesal.
Bambang sangat meyakini jika para turis akan enggan melakukan penerbangan dengan tujuan New Yogyakarta International Airport (NYIA), jika dunia internasional telah mengetahui kondisi yang sebenranya, yakni masuk area rawan gempa.
Sesuai ilmu manajemen transportasi, lanjut Bambang, karena harus memenuhi beberapa syarat diantaranya, harus aman, selamat, dan cepat. “Dan yang paling penting, bandara itu harus memenhuhi syarat murah untuk trasnportasi lanjutannya. Dan ini sudah jelas tidak terpenuhi, karena lokasinya memang lebih jauh,” terangnya.
Bambang juga sempat mengaku heran, ketika ada salahsatu anggota Angkasa Pura yang mengatakan bahwa potensi rawan bencana itu bisa diantisipasi dengan penanaman pohon cemara udang.
“Ini kan pendapat yang konyol. Kini saya semakin curiga jika pembangunan objek vital berupa bandara ini penuh denga permainan. Baunya amis. Karena hasil studi jika rawan bencana itu sebenarnya sudah diakui pihak Angkasa Pura,” tegasnya sembari tertawa lepas.
Diketahui, Bandar udara New Yogyakarta International Airport (NYIA) Kulonprogo direncanakan akan menggantikan Bandar Udara Internasional Adisutjipto yang sudah tidak mampu lagi menampung kapasitas penumpang dan pesawat.
Bandar udara ini berdiri di tanah seluas 600 hektar dan akan memiliki terminal seluas 106.500 meter persegi dengan kapasitas 10 juta penumpang per tahun. Selain itu, bandar udara tersebut diperkirakan bakal memiliki hanggar seluas 371.125 meter persegi yang direncanakan bakal sanggup menampung hingga sebanyak 28 unit pesawat. (q cox)