BisnisPeristiwa

Bank Indonesia Dorong Pemanfaatan Rupiah dalam Transaksi Lintas Negara

124
×

Bank Indonesia Dorong Pemanfaatan Rupiah dalam Transaksi Lintas Negara

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Bank Indonesia (BI) terus mendorong para pelaku usaha untuk memaksimalkan penggunaan rupiah dalam transaksi lintas negara guna mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Direktur Departemen Internasional BI, Ita Vianty, menekankan bahwa transaksi menggunakan mata uang lokal (LCT) dapat mendorong stabilitas nilai tukar mata uang Indonesia. “Saat ini, ketergantungan terhadap mata uang tertentu masih cukup tinggi. Hal ini membuat kita rentan terhadap fluktuasi nilai tukar,” ujarnya dalam acara Jatim Talk-Road to East Java Economic Forum (EJAVEC) 2024 di Surabaya.

Ita menjelaskan bahwa penggunaan mata uang perantara dalam transaksi internasional dapat merugikan pengusaha karena selisih kurs. Oleh karena itu, BI mendorong pengusaha di Indonesia untuk mengajak mitra usaha di luar negeri agar bertransaksi menggunakan rupiah.

Dalam acara yang dihadiri oleh pengusaha, eksportir, akademisi, perbankan, dan otoritas keuangan, para pembicara dari bankir dan Bea Cukai memaparkan dukungan mereka terhadap LCT.

Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Rudy Rahmaddi, menjelaskan bahwa implementasi LCT dari sisi impor dapat memberikan keuntungan bagi pengusaha, salah satunya adalah pengurangan skor risiko yang mempercepat proses pemasukan barang.”Dengan demikian, diharapkan impor clearance dapat dipercepat dengan pemanfaatan LCT,” jelasnya.

Vice President of International Payment Specialist PT Bank Central Asia Tbk, Syiska Diranti Ventia menambahkan bahwa untuk mendorong pemanfaatan LCT, bank akan memetakan nasabah berdasarkan jenis bisnis dan risiko mereka. Bank juga akan memberikan kemudahan, termasuk cashback telex 100%. “Jadi, LCT dapat memberikan opsi biaya tetap bagi pengusaha,” jelasnya.

Meskipun sejumlah keunggulan penggunaan rupiah untuk transaksi luar negeri dipaparkan, diskusi dalam acara ini juga mengidentifikasi sejumlah tantangan.

Salah satu tantangan utama adalah kepercayaan terhadap rupiah (IDR). Hermanto Tanoko, CEO Tancorp, menjelaskan bahwa jika rupiah tidak stabil, maka ada potensi kerugian bagi pengusaha yang menggunakan LCT.

“Jika harus hedging, biayanya lebih tinggi. Kami dari pengusaha hanya ingin rupiah stabil, kalau bisa menguat. Pemerintah harus membuat rupiah dipercaya di dalam negeri dan luar negeri,” tegasnya.

Data Bea Cukai periode 2022 sampai September 2024 menunjukkan bahwa dari 4,19 juta dokumen impor, hanya 103 dokumen yang menggunakan LCT. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna fasilitas transaksi ini masih sangat sedikit.

Chief Economist Bank Central Asia David E. Sumual, mengingatkan bahwa cetak biru dan rencana implementasi (blue print dan roadmap) perlu dipikirkan dengan baik, termasuk ekosistem pendukung. “LCT itu ada tantangannya. Industri kita 70%-75% impor bahan baku. Impor dari luar. Kalau dolar naik turun untuk sektor riil sulit,” ujarnya.

Menurutnya, hedging biasanya dilakukan oleh korporasi besar, termasuk lindung nilai alami dari hasil usaha. Namun demikian, untuk usaha menengah kecil, hal ini tidak demikian. Oleh karena itu, stabilitas nilai tukar menjadi penting bagi dunia usaha. (q cox, tama dini)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *