SURABAYA (Suarapubliknews) – Kasus korupsi pengadaan kapal floating crane PT DPS (Dok dan Perkapalan Surabaya) senilai Rp 100 miliar dipastikan bakal segera disidang.
Hal itu diketahui setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim memastikan berkas tersangka Presdir PT A&C Trading Network, Antonius Aris Saputra sudah dilimpah ke Pengadilan.
“Sudah sekitar dua minggu lalu berkas tersangka Antonius Aris Saputra di limpah ke Pengadilan. Kami masih menunggu penetapan jadwal sidangnya,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim, Richard Marpaung dikonfirmasi, Jumat (5/4/2019).
Pelimpahan tersebut, lanjut Richard, karena alasan terbatas oleh masa penahanan tersangka. Ditanya mengenai belum adanya penahanan terhadap tersangka mantan Direktur Utama (Dirut) PT DPS, Riry Syeried Jetta, Richard mengaku, penyidik masih melakukan pengembangan terhadap tersangka.
“Penyidik masih mengembangkan dugaan keterlibatan pihak-pihak lain. Salah satunya dengan mengembangkan kepada tersangka Riry,” jelasnya.
Bahkan, sambung Richard, sebelumnya tersangka Riry menyertakan tiga saksi yang meringankan bagi dirinya di penyidikan kasus ini. Ketiga saksi yang meringankan ini adalah Prof. Dr. Nindyo Pramono dan Prof. Dr. Markus Priyo Gunarto, selaku Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ; serta Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia (UI).
“Semua saksi yang disertakan tersangka Riry ini sudah diperiksa oleh penyidik,” tegas Richard.
Disinggung adakah penambahakn tersangka dalam kasus ini, Richard tak menampik hal itu. Hal itu nantinya akan terus didalami oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim. Sebab penyidik masih mengembangkan ke tersangka Riry. Selain itu, dapat dilihat nantinya pada fakta di persidangan kasus ini.
“Tidak menutup kemungkinan untuk tambahan tersangka. Kasus ini akan dikembangkan lagi, karena dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara dari kasus ini sebesar Rp 60 miliar lebih,” jelasnya.
Seperti diberitakan, penyelidikan kasus besar ini dimulai ketika muncul laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan, ditemukan dugaan kerugian negara sebesar Rp 60 miliar lebih dari nilai proyek pengadaan kapal sebesar Rp100 miliar. Proyek pengadaan kapal jenis floating crane ini terjadi pada 2016 lalu.
Pengadaan kapal ini sudah melalui proses lelang. Kapal sudah dibayar sebesar Rp 60 miliar lebih dari harga Rp 100 miliar. Dalam lelang disebutkan, pengadaan kapal dalam bentuk kapal bekas. Kapal didatangkan dari negara di Eropa.
Namun, saat dibawa ke Indonesia kapal tersebut tenggelam ditengah jalan. Dari sini kemudian muncul dugaan bahwa, ada spesifikasi yang salah dalam pengadaan kapal tersebut.
“Untuk kapalnya sendiri, baik dari penjual maupun Dirutnya mengaku tenggalam di Laut Hongkong. Sedangkan untuk kapalnya ini usianya sudah 43 tahun,” pungkas Richard. (q cox)