SURABAYA (Suarapubliknews) – Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Timur memprediksi ekonomi Jatim hingga akhir 2022 bisa tumbuh sekitar 5 persen hingga 5,5 persen (year on year) atau lebih rendah, karena dampak awal ekonomi global yang terkontraksi.
Deputi Kepala BI Jatim, Rizki E Wimanda dalam Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi “Jatim Talk” Triwulan III/2022 mengatakan memang kondisi ekonomi global tidak sedang baik-baik saja. Dan IMF juga sudah memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia 2022 hingga 2023 terus melambat.
“Hal ini tentu juga mengancam semua negara, baik negara maju seperti Eropa, Jepang maupun negara berkembang. Sehingga kami perkirakan ekonomi Jatim sampai akhir tahun ini hanya 5 persen sampai 5,5 persen. Tetapi ini masih lebih bagus di atas 5 persen,” ungkapnya Selasa (15/11).
Pertumbuhan ekonomi Jatim pada kuartal III/2022 tercapai 5,5 persen lebih rendah dari nasional. Namun dibandingkan secara kumulatif Januari – September 2022 terhadap periode sama 2021, pertumbuhan ekonomi Jatim tumbuh 5,58 persen lebih tinggi dari nasional.
Pergerakan pertumbuhan ekonomi Jatim ini turut mendorong ekonomi di Pulau Jawa, dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi ekonomi Pulau Jawa mencapai 59 persen terhadap nasional.
“Jadi jika ekonomi Jatim tumbuh cukup baik maka akan turut menjaga ekonomi Indonesia dari dampak ekonomi global. Apalagi di Jatim yang menjadi penopang ekonominya adalah sektor industri pengolahan,” jelasnya.
Namun diakui, di tengah tantangan resesi tahun depan, industri pengolahan yang berorientasi ekspor bisa tertekan karena menurunnya permintaan pasar luar negeri yang mengalami resesi. “Industri pengolahan sangat bergantung pada demand baik pasar dalam negeri maupun luar negeri terutama industri makanan minuman. Sehingga perkiraan kami ke depan ekspor sedikit mengalami perlambatan karena ketidakpastian global,” lanjutnya.
Untuk itu, industri pengolahan Jatim perlu memperkuat pasar dalam negeri terutama yang selama ini menjadi pangsa pasarnya adalah Kawasan Timur Indonesia (KTI), terutama untuk produk makanan minuman (mamin).
Kuatnya industri mamin di Jatim akan menjadi bantalan bagi ekonomi Jatim, yang berbeda dengan industri pengolahan di Jawa Barat yang lebih banyak ditopang industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki sehingga sudah banyak karyawan kena PHK.
“Pasar domestik berhubungan dengan daya beli sehingga yang perlu dijaga adalah tingkat inflasinya jangan sampai tinggi. BI bersama TPID Jatim juga berupaya menjaga agar daya beli tidak tergerus dan menjaga maksimal 5 persen sampai 6 persen, dan inflasi inti jangan sampai 4 persen,” paparnya.
Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, meskipun kondisi ekonomi tahun depan yang diprediksi sebagai tahun gelap menurut kajian IMF dan World Bank, tetapi Indonesia masih optimistis bisa tumbuh positif.
Bahkan sampai akhir tahun ini ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh 5,72 persen. “Sektor pertanian, manufaktur, perdagangan, dan konstruksi sebagian besar sudah mulai pulih dan ini akan berlanjut sampai akhir tahun. Untuk industri, di Jatim sektor mamin dan kimia dasar diharapkan masih resiliensi,” terangnya.
Untuk itu pemerintah sangat perlu memperluas industrialisasi dan industri dasar yang akan menopang ekonomi Jatim. Selain itu rekomendasi kebijakan bagi pemerintah adalah menjaga daya beli masyarakat dengan mendorong terjaganya inflasi pangan. (Q cox, tama dini)