SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Kota Surabaya yang berada di bawah koordinasi Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya mencanangkan Program Sekolah Pra Nikah 2018.
Sekolah yang bertema menuju keluarga bahagian ini akan dipusatkan di eks Gedung Siola lantai 2 Jalan Tunjungan Surabaya, mulai Februari – Oktober 2018.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya Nanis Chairani menjelaskan Sekolah Pra Nikah ini merupakan salah satu program DP5A dengan menggandeng Kemenag Kota Surabaya.
Program ini menyasar calon pengantin yang menikah pada tahun 2018 atau remaja yang memasuki usia pernikahan (18-25 Tahun).
“Program ini terdapat 8 gelombang (kelas), dan setiap kelas terdiri dari 25 peserta. Sedangkan pelaksanaannya menggunakan metode short cource atau classical melalui penyampaian materi untuk peserta di awal, diskusi dan konseling,” kata Nanis, Sabtu (17/2/2018).
Menurut Nanis, terdapat enam materi yang akan diberikan untuk peserta Sekolah Pra Nikah, yaitu penikahan dan tata laksananya, attitude dalam keluarga, pentingnya agama dalam ketahanan keluarga, managemen keuangan keluarga, kesehatan reproduksi dan managemen konflik keluarga.
Program ini merupakan salah satu upaya melihat keprihatinan Potret keluarga muda saat ini yang sangat rentan dan rapuh.
“Sekolah Pra Nikah ini bagian dari ikhtyar kami dalam menyiapkan keluarga muda yang tangguh, tentunya dengan cara mendidik calon pengantin melalui pembekalan pengetahuan dalam pengelolahan keluarga,” tegasnya.
Melalui cara ini, maka diharapkan keluarga muda yang tangguh itu dapat menciptakan ketahanan keluarga, karena bagaimana pun juga masa depan bangsa dimulai dari ketahanan suatu keluarga.
“Dari keluarga yang sehat itu lah akan lahir genegerasi-generasi hebat di Indonesia ini,” imbuhnya.
Nanis juga mengaku prihatin dengan banyaknya kasus perceraian di Surabaya. Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya yang dihimpun selama 2016, sebanyak 4.938 pasangan suami istri (pasutri) di Surabaya memutuskan untuk bercerai.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ada penurunan 17 kasus. Pada tahun 2015, kasus perceraian di Surabaya mencapai 4.955 kasus.
Selain itu, diantara 4.938 perceraian, 1.580 kasus merupakan cerai talak (diajukan suami). Sisanya, yakni 3.358 kasus, merupakan cerai gugat (diajukan istri).
Sebenarnya, kata Nanis, perceraian itu dipengaruhi oleh banyak faktor, tapi berdasarkan data dari PTA Surabaya, faktor yang paling besar adalah tidak adanya keharmonisan disusul dengan krisis akhlak dan tidak mau bertanggungjawab.
“Melalui sekolah Pra Nikah ini, diharapkan dapat meminimalisir angka perceraian, karena sudah mendapatkan ilmu dan pengetahuan sebelum menjalaninya, sehingga warga bisa membangun keluarga yang bahagia,” pungkasnya. (q cox)