Pemerintahan

Cegah Stunting di Surabaya, Pemkot Adakan Gebyar 1.000 Akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

85
×

Cegah Stunting di Surabaya, Pemkot Adakan Gebyar 1.000 Akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama Tim Penggerak (TP) PKK Kota Surabaya mengadakan Gebyar 1.000 Akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dalam rangka pencegahan stunting di Kota Pahlawan, serta menyongsong peringatan Hari Ibu. Kegiatan tersebut dibuka oleh Ketua TP PKK Kota Surabaya Rini Indriyani di Convention Hall, Senin (12/12/2022).

Mendukung program prioritas Pemerintah Republik Indonesia dalam penurunan angka stunting, Pemkot Surabaya melakukan berbagai upaya penanganan stunting. Hasilnya, angka stunting di Kota Pahlawan yang awalnya sebanyak 12.788 kasus pada tahun 2020, berkurang menjadi 6.722 kasus di tahun 2021. Hingga per Oktober 2022, jumlah kasus turun drastis menjadi 1.055 balita.

Pada kesempatan tersebut, Pemkot Surabaya juga menyerahkan piagam penghargaan atas partisipasi para relawan dalam rangka pencegahan stunting di Kota Surabaya. Diantaranya, kepada Ketua Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana Indonesia (IPEKB), pengurus cabang Ikatan Bidan Indonesia (IBI), kader Institusi Masyarakat Perkotaan (IMP), klinik Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Surabaya, RS ibu dan Anak Putri (RSIA Putri) Surabaya, RSUD Dr.  Soewandi, Puskesmas Tanah Kali Kedinding, Puskesmas Dupak, dan Puskesmas Klampis Ngasem.

Ketua TP PKK Kota Surabaya, Rini Indriyani mengatakan perlu adanya sosialisasikan kepada masyarakat, bahwa stunting tidak hanya terjadi karena kekurangan gizi pada anak. Kehamilan yang beresiko seperti terlalu tua (kehamilan diatas 35 tahun), terlalu muda (kehamilan dibawah 20 tahun), terlalu dekat (jarak kehamilan kurang dari dua tahun), dan terlalu banyak (melahirkan lebih dari dua kali), juga bisa menyebabkan stunting pada anak.

“Maka kegiatan ini menjadi salah satu upaya kita untuk meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam program KB MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), di mana tujuan akhir kita bersama adalah zero stunting dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kota Surabaya,” kata Rini Indriyani.

Karenanya, ia meminta kepada masyarakat Kota Surabaya untuk memahami pentingnya menggunakan KB. Sebab, di Kota Surabaya didominasi kehamilan berisiko dengan kategori terlalu banyak atau telah melahirkan lebih dari dua kali. “Artinya ketika anaknya sudah diatas 3 itu sangat berisiko tinggi. Kemudian juga ada yang terlalu tua, itu perlu KB karena risiko tinggi. Kalau dia sudah dalam kondisi hamil dan berisiko tidak usah ditawar, langsung ayo KB. Itu salah satu mencegah stunting,” tegas dia.

Rini Indriyani berharap, melalui pemahaman pentingnya penggunaan KB, para orang tua bisa fokus dalam merawat anak-anaknya. Menurutnya, demi menciptakan ketahanan keluarga yang berkualitas, diperlukan perencanaan yang matang antara suami dan istri.

“Harus komitmen bersama dan harus diskusi, tidak bisa perempuan saja atau laki-laki saja. Harus berdua, kita pikirkan anak-anak kita saja. Apalagi biaya pendidikan juga tidak murah. Maka, kita harus mempersiapkan sisi materi dan sisi psikologis,” ungkap dia.

Dalam kegiatan Gebyar 1.000 Akseptor MKJP, Pemkot Surabaya juga mengajak beberapa akseptor untuk memberikan testimoni mengenai pentingnya penggunaan alat kontrasepsi. Rini Indriyani pun tak menyangka, bahwa kesadaran penggunaan alat kontrasepsi juga dilakukan oleh kaum laki-laki. Yakni, melalui MOP atau metode operasi pria.

“Pendampingan bukan hanya perempuan saja, tetapi laki-laki juga perlu mendapat sosialisasi. Ayo warga Surabaya yang anaknya sudah dua atau tiga dan ibu-ibu beres iki tinggi, kita gunakan KB. Kalau ibunya sehat, suami dan anak juga sehat terpelihara. InsyaAllah tidak ada stunting dan gizi buruk, serta tidak ada perceraian, itulah ketahanan keluarga,” ujar dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya, Tomi Ardiyanto mengatakan, program Gebyar 1.000 akseptor ini diperuntukkan kepada pasangan usia subur (PUS) yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Yakni, MOP (Metode Operasi Pria) dan MOW (Metode Operasi Wanita) atau kalau yang saat ini lebih dikenal sebagai sterilisasi.

“Gebyar 1.000 akseptor ini yang difasilitasi oleh Pemkot Surabaya bersama BKKBN melalui puskesmas, RSUD Bhakti Dharma Husada (BDH) dan RSUD Dr. Soewandi lewat para petugas KB di kecamatan dan kelurahan melalui puskesmas.  Pencegahan stunting harus dimulai dari pemahaman calon pengantin (catin), setelah menikah, hamil dan menyusui hingga merawat anak balita,” kata Tomi.

Tomi menjelaskan bahwa program tersebut adalah salah satu upaya pencegahan stunting dengan meningkatkan kemampuan literasi para catin meningkat. Di sisi lain, di Kota Surabaya, Tomi mengaku bahwa per November 2022, sebanyak 3.054 akseptor yang telah bersedia memakai MKJP secara mandiri.

“3.054 adalah termasuk KB mandiri melalui rumah sakit swasta, karena penggunaan alat kontrasepsi dan pencegahan stunting sangat terkait. Program ini (Gebyar 1.000 Akseptor MKJP) dilakukan sampai 19 Desember 2022. Pada 9 Desember sudah mencapai 765 akseptor dan diharapkan bisa mencapai 1.000 akseptor,” jelas dia.

Ditemui di lokasi yang sama, Marko Putra Rahendro akseptor yang berasal dari Kecamatan Tandes mengatakan bahwa ia sudah berencana memasang MOP setelah memiliki anak ketiga. “Ia kesepakatan bersama dengan istri. Pertimbangannya adalah lebih baik saya saja yang MOP, jangan istri saya (MOW). Petugas juga sangat baik saat melakukan pelayanan, serta memberikan penjelasan dengan rinci,” pungkasnya. (Q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *