SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Ragam kuliner tradisional Jawa Timur kembali menjadi sorotan. Melalui kampanye bertajuk “Embrace the Local Flavor”, berbagai hidangan khas seperti rawon, empal gepuk, hingga es permen karet kembali diangkat untuk mengingatkan masyarakat pada kekayaan rasa yang tumbuh dari budaya lokal.
Inisiatif ini menjadi bagian dari gerakan yang mendorong apresiasi terhadap kuliner daerah, di tengah maraknya minat masyarakat terhadap hidangan berbasis rempah dan cita rasa autentik.
Demi Chef Dafam Pacific Caesar Surabaya, Danang Dwi Pradana mengatakan salah satu menu yang menarik perhatian adalah Rawon Daging Komoh, sup berkuah hitam khas Jawa Timur yang dimasak dengan keluwak dan rempah pilihan.
“Kami ingin mengembalikan keaslian rasa yang sering kali terlupakan. Rawon ini kami padukan dengan daging komoh agar teksturnya lebih lembut namun tetap memiliki rasa kuat,” ujarnya.
Selain rawon, tersedia pula Empal Gepuk Pegirian—daging sapi empuk yang disajikan bersama ikan asin, kering tempe, dan nasi jagung—serta Penyetan Ikan Pee Kenjeran, olahan ikan pari asap yang digoreng kering dan disajikan dengan sambal pedas khas Surabaya.
Di sisi minuman, kreasi seperti Herbal Sparkling, yakni kunyit asam dengan tambahan air berkarbonasi, dan Es Siropen Telasih, minuman tradisional dengan biji selasih dan sirup manis, menjadi contoh bagaimana minuman lokal bisa tampil segar tanpa kehilangan identitas.
General Manager Dafam Pacific Caesar Surabaya, Hogi Budiarto menilai, hidangan-hidangan tersebut bukan sekadar sajian kuliner, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap budaya lokal. “Setiap hidangan memiliki kisahnya sendiri. Kami ingin mengajak tamu memahami nilai dan cerita di balik cita rasa khas Surabaya,” katanya.
Food and Beverage Supervisor Dafam Pacific Caesar Surabaya, Andry Bagus Prasetya menambahkan, penyajian menu tradisional seperti ini merupakan cara untuk memperkenalkan kembali kehangatan kuliner daerah. “Dari empal hingga es permen karet, semuanya dirancang agar tamu merasakan keunikan rasa tradisional yang sesungguhnya,” ujarnya.
Melalui upaya semacam ini, kuliner lokal diharapkan tidak hanya dinikmati sebagai menu nostalgia, tetapi juga menjadi jembatan untuk memahami kekayaan budaya yang hidup di setiap meja makan masyarakat Indonesia. (q cox, tama dini)