BisnisPeristiwaPolitik

Demi Kemaslahatan Warga Pesisir Pantai, Komisi C DPRD Surabaya Sepakat ‘Menolak’ Water Front Land

230
×

Demi Kemaslahatan Warga Pesisir Pantai, Komisi C DPRD Surabaya Sepakat ‘Menolak’ Water Front Land

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Komisi C DPRD Surabaya bersepakat menolak pembangunan pulau buatan di tengah laut Surabaya bernama Surabaya Water Front Land (SWL) yang masuk dalam program Proyek Strategis Nasional (PSN), dan akan berkoordinasi dengan pihak yang berwenang untuk membatalkan proyek tersebut.

Kesimpulan ini didapat setelah menggelar rapat dengan perwakilan dari Forum Masyarakat Madani Maritim yang terdiri atas 44 elemen masyarakat dan dihadiri oleh beberapa dinas terkait diantaranya Bappeda, Penelitian dan Pengembangan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Serta Pertanahan
Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olah Raga serta Pariwisata, Bagian Hukum dan Kerjasama, wakil dari Forum Masyarakat Madani Maritim dan Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

Pernyataan ini ditegaskan Eri Irawan Ketua Komisi C DPRD Surabaya saat rapat berlangsung, setelah mendapatkan info terbaru soal perkembangan yang sesuai fakta di lapangan, juga soal gambaran detil serta dampak yang ditimbulkan jika Surabaya Water Front Land direalisasikan pembangunannya.

“Pada intinya, kami (komisi C DPRD Surabaya-red) bersepakat menolak pembangunan pulau buatan di tengah laut Surabaya (Surabaya Water Front Land) yang masuk dalam program Proyek Strategis Nasional (PSN), dan kami akan berusaha untuk berkoordinasi dengan pihak yang berwenang untuk membatalkan proyek tersebut,” Tegas Eri Irawan Ketua Komisi C DPRD Surabaya. Senin (6/01/2025)

Politisi muda PDIP ini mengatakan jika Pemkot Surabaya tidak akan mendapatkan manfaat PAD yang signifikan dari hasil pembangunan PSN tersebut, tetapi justru akan direpotkan oleh dampak yang ditimbulkan, terutama soal ancaman banjir di wilayah sekitarnya.

“Karena 9 muara disana akan tertutup akibat pembangunan pulau-pulau itu, maka konsekuensinya cost untuk pemeliharaan, pembuatan saluran dll, juga akan semakin besar. Lha ini tentu tidak sepadan dengan manfaat yang dihasilkan,” urainya.

Sementara menurut Herlina Harsono Njoto anggota Komisi C dari fraksi Demokrat, tindakan penolakan dari Komisinya ini bukan berarti anti pembangunan, namun pihaknya menilai bahwa rencana yang tercatat di PSN ini dinilai kurang matang perencanaannya.

“Artinya tidak berdasarkan situasi dan kondisi saat ini, lantas dampak yang akan ditimbulkan terhadap ekosistem dan masyarakat pantai terutama nelayan yang imbasnya terhadap perekonomian berbagai sektor yang berkembang di sekitar lokasi tersebut,” jelasnya.

Karena, kata Herlina, jika konteksnya pembangunan maka prioritas utamanya adalah menumbuhkembangkan masyarakat sekitar. Artinya, lebih berdaya dari sisi ekonomi, kalau sebelumnya adalah nelayan maka seharusnya bisa menjadi tuan di wilayahnya sendiri. Bukan hanya menjadi penonton saja.

“Faktanya, atlantis land yang dikembangkan oleh developer yang sama (PT. Granting Jaya) dan nantinya akan menjadi satu kesatuan, sampai saat ini tidak mampu memberikan dampak ekonomi yang signifikan terhadap masyarakat di sekitarnya. Maka track record ini juga menjadi penting untuk dijadikan pertimbangan,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan Alif Iman Waluyo anggota Komisi C dari fraksi Gerindra, yang menegaskan jika pihaknya lebih memikirkan kepentingan hajat hidup masyarakat sekitar, terutama kaum nelayan.

“Maka kami akan berusaha untuk meminta kepada pemerintah pusat untuk tidak terburu-buru merealisasikan pembangunan ini, maka kami akan menyampaikan kesepakatan penolakan ini demi kepentingan masyarakat dan Pemkot Surabaya. Perlu dikaji ulang soal manfaat dan mudharatnya,” tandasnya.

Rupanya berbagai pandangan soal manfaat dan dampak yang akan ditimbulkan oleh PSN SWL dari elemen masyarakat dan Komisi C DPRD Surabaya ini sudah menjadi catatan Pemkot Surabaya, meski PSN tersebut telah tertuang dalam Peraturan Menko Perekonomian tahun 2024.

“Pemkot Surabaya terus akan mengawal dengan mempertimbangan kearifan budaya local terutama yang menyangkut soal kemaslahatan warga Kota Surabaya. Jadi dalam perjalanannya kami terus memberikan masukan dan saran terkait dampak yang harus diantisipasi,” terang Dwija Kepala Bappeda, Penelitian dan Pengembangan Kota Surabaya. (q cox)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *