SURABAYA (Suarapubliknews) – Komisi C DPRD Surabaya mendesak Pemkot agar bertindak proaktif terhadap pemilik sejumlah bangunan kuno yang masuk dalam daftar Cagar Budaya, terutama yang berlokasi di sepanjang jalan dengan klas satu (protokol)
Syaifudin Zuhri Ketua Komisi C DPRD Surabaya mencontohkan keberadaan bangunan kuno di Jl. Gubernur Suryo tepatnya di seberang Balai Pemuda yang saat ini sedang dilakukan revitalisasi dan pengembangan bangunan.
“Pemkot tidak bisa hanya bersikap seperti penjaga keamanan, yang bertindak setelah ada kejadian, harus proaktif menanyakan kepada pemilik bangunan itu karena kondisinya tidak terurus, kumuh dan membuat kotor pemandangan kota,” ucapnya kepada media ini. Senin (14/01/2019)
Menurut politisi PDIP ini, revitalisasi banguan cagar budaya itu tidak identik dengan hanya pengecatan, tetapi harus mempertimbangan aspek yang lain, terutama dampak sosial dan ekonomi yang bisa ditimbulkan.
“Kalau hanya melakukan pengecatan, apalagi dengan warna warni mencolok, itu bukan revitalisasi, bahkan sangat tidak cocok , karena bangunan kuno itu tidak ada yang warna warni, kembalikan saja ke warna aslinya agar nilai sejarahnya tidak luntur,” tandasnya.
Cak Ipuk-sapaan akrab Syaifudin Zuhri, meminta kepada SKPD terkait agar segera melakukan koordinasi dengan pemilik banguanan di jalan Gubernur Suryo, karena jika dibiarkan akan berimbas kepada tampak depan Balai Pemuda.
“Panggil pemiliknya, ajak koordinasi sehingga kita mengerti apa permasalahan yang sebenarnya, kenapa bangunan itu dibiarkan seperti itu. Bisa kita bayangkan kalau proyek Balai Pemuda itu selesai, tentu pandangan tampak mukanya akan terganggu dengan bangunan kumuh di depannya itu. Inilah yang harus menjadi pertimbangan Pemkot,” tuturnya.
Hal senada juga dikatakan Vinsensius Awey anggota Komisi C DPRD Surabaya asal Partai Nasdem, yang mengatakan bahwa pembiaran bangunan kuno dengan kondisi yang tidak terurus itu merupakan palanggaran Perda.
“Melakukan pembiaran itu, pemiliknya bisa dikenakan sanksi melanggar Perda no 5 tahun 2005 tentang Pelestarian Bangunan Dan/atau Lingkungan Cagar Budaya di Kota Surabaya,” tuturnya.
Harusnya, lanjut Awey, Pemkot Surabaya tidak lagi melakukan pengecatan warna warni terhadap bangunan kuno yang tercatat dalam daftar Cagar Budaya, karena akan mengurangi nilai sejarah yang terkandung.
“Kembalikan ke warna aslinya, kalaupun ada program pengecatan, harusnya hanya pada sisi tertentu saja, seperti jendela, kolom atau ornamennya saja, jangan semuanya di cat seperti yang sekarang terjadi di jalan Panggung itu,” pungkasnya. (q cox)