MAGELANG (Suarapubliknews) ~ Bank Indonesia menyebut, dibandingkan akhir tahun 2022, indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) pada 18 Oktober 2023 tercatat tinggi di level 106,21 atau menguat 2,60 persen (ytd).
Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur Doddy Zulverdi saat Capacity Building dan Bincang Bareng Media di Magelang. “Sangat kuatnya dolar AS ini memberikan tekanan depresiasi mata uang hampir seluruh mata uang dunia serta mata uang kawasan, seperti Ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan Peso Filipina,” katanya.
Menurutnya, dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia, nilai tukar Rupiah terdepresiasi 1,03 persen (ytd), relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara di kawasan dan global tersebut.
Bank Indonesia mempercepat upaya pendalaman pasar uang Rupiah dan pasar valuta asing, termasuk optimalisasi SRBI dan penerbitan instrumen-instrumen lain untuk meningkatkan manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.
“Koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha terus ditingkatkan dan diperluas untuk implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023,” jelasnya.
Sementara itu, Kinerja ekonomi Jawa pada Triwulan III 2023 tumbuh sebesar 4,8 persen (yoy), melambat dibandingkan Triwulan II sebesar 5,1 persen (yoy) dan lebih rendah dari PDB Nasional sebesar 4,9 persen (yoy). Perlambatan disebabkan normalisasi belanja K/L dan APBD, serta belanja modal pemerintah yang masih terbatas yang berdampak pada realisasi investasi yang melambat
Perlambatan lebih dalam tertahan kenaikan konsumsi RT dan Perbaikan net ekspor, masing-masing didorong oleh perbaikan permintaan terhadap jasa keuangan. asuransi, Kesehatan serta membaiknya permintaan mitra dagang utama Jawa.
Sedangkan, ekonomi Jawa Timur Triwulan III 2023 tetap tumbuh positif, meskipun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja ekonomi Jawa Timur pada triwulan III 2023 tumbuh 4,8 Persen (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 2023 (5,2 persen yoy), dipengaruhi oleh perlambatan kinerja Investasi dan Konsumsi Pemerintah.
Perlambatan investasi dipengaruhi oleh Pembangunan proyek strategis yang mengalami penundaan konstruksi, Pembangunan beberapa proyek yang telah masuk tahap finishing (Bandara Kediri dan smelter tembaga di Gresik), serta investor yang masih wait and see akibat peningkatan ketidakpastian global dan safari politik domestik.
Kinerja Konsumsi Pemerintah melambat disebabkan normalisasi pasca oleh pencairan bansos, THR, dan gaji ke 13 untuk ASN pada triwulan II 2023. Perlambatan kinerja ekanomi lebih tinggi tertahan oleh peningkatan kinerja Konsumsi RT seiring dengan kenaikan pengeluaran pendidikan (Tahun Ajaran Baru), peningkatan konsumsi peralatan RT, bahan bakar, serta suku cadang.
Perbaikan kinerja Ekspor turut menahan perlambatan lebih dalam. Kenaikan kinerja ekspor seiring peningkatan permintaan eksternal dari mitra dagang utama Jawa Timur, yakni Tiongkok (komoditas lemak/minyak nabati): Eropa (komoditas kimia organik), dan Malaysia (komoditas tembaga dan kayu).
Adapun Kinerja ekonomi Jawa Timur triwulan IV 2023 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2023 ditopang oleh prakiraan kinerja konsumsi dan investasi yang lebih tinggi. “Hal tersebut diprakirakan mendorong perbaikan kinerja LU Perdagangan, LU Konstruksi, dan LU Akomodasi Makan Minum,” paparnya.
Peningkatan konsumsi RT terutama didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat pada akhir tahun, momen HBKN Nataru, masa libur Natal, hari besar nasional, dan libur sekolah, peningkatan konsumsi pada masa safari politik menjelang pemilu tahun 2024, serta insentif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan PPN DTP untuk rumah di bawah Rp2 miliar.
Investasi diprakirakan turut meningkat terutama ditopang oleh berlanjutnya PSN, proyek Perpres No.80 Tahun 2019, dan proyek swasta. Kinerja ekonomi Jawa Timur pada tahun 2024, diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2023 dan berada di 4,9 – 5,7 persen yoy. (q cok, tama dini)