SURABAYA (Suarapubliknews) – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Surabaya menggelar rapat untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya Tahun 2025–2029, pada Kamis (19/6/2025)
Rapat yang berlangsung pada Kamis (19/6/2025) di lantai 2 Gedung DPRD Surabaya ini dipimpin oleh Ketua Pansus Achmad Nurdjayanto dan dihadiri sejumlah anggota pansus, serta perwakilan dari sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) seperti Disperinaker, Bappedalitbang, Bapenda, Dinas Sosial, dan lainnya.
Ketua Pansus, Achmad Nurdjayanto, mengingatkan bahwa RPJMD harus mencerminkan kondisi dan beban riil Kota Surabaya, termasuk dalam sektor industri dan ketenagakerjaan. Ia menyoroti bahwa banyak industri yang beroperasi di Surabaya belum optimal menyerap tenaga kerja lokal.
“Harus ada regulasi atau minimal komitmen bahwa 60 persen tenaga kerja berasal dari warga ber-KTP Surabaya,” tegasnya. Ia juga menekankan pentingnya basis data ketenagakerjaan yang akurat agar pengawasan dan kebijakan bisa tepat sasaran.
Dalam pembahasan yang berlangsung, salah satu isu krusial yang disorot adalah keberpihakan program pemerintah terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) lokal. Anggota Pansus, Budi Leksono, menekankan pentingnya skema pemberian tempat usaha gratis yang benar-benar tepat sasaran.
Menurutnya, tempat-tempat strategis yang disediakan pemerintah atau swasta melalui skema CSR harus diberikan kepada warga setempat yang telah terdata dalam sistem pemerintah kota dan menjual produk hasil karya sendiri, bukan kepada pengusaha franchise yang telah mapan.
“Jangan sampai tempat UMKM ini malah dikuasai pemilik brand besar yang berkedok UMKM,” ujarnya. Ia juga menyoroti bahwa distribusi ruang usaha harus memperhatikan asal domisili pelaku usaha agar benar-benar memberdayakan warga sekitar.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kota Surabaya, Hebi Juniantoro, mengungkapkan bahwa masih ada pekerjaan rumah besar dalam lima tahun ke depan. Salah satunya adalah penyusunan roadmap penanaman masyarakat dan roadmap industri kecil dan menengah yang belum pernah dituntaskan selama lima tahun terakhir.
Ia menargetkan kedua roadmap ini akan selesai tahun ini sebagai panduan arah kebijakan pembangunan tenaga kerja dan industri.
Terkait serapan tenaga kerja lokal oleh industri, Hebi menyampaikan bahwa saat ini telah ada kerja sama melalui MOU antara pemerintah kota dengan beberapa industri agar mempekerjakan minimal 50 persen tenaga kerja dari Surabaya.
Namun demikian, ia mengakui perlunya penguatan pengawasan dan pendataan, termasuk penegakan sanksi apabila tidak memenuhi ketentuan tersebut.
Ia juga menyinggung pentingnya peningkatan kompetensi tenaga kerja Surabaya agar mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional. Salah satu usulan penting adalah pendirian Balai Latihan Kerja (BLK) khusus dengan standar internasional.
“Saat ini, Surabaya belum memiliki fasilitas pelatihan kerja yang memadai untuk menyiapkan tenaga kerja berkualitas di berbagai bidang seperti keperawatan, pengelasan, dan sektor lainnya”, pungkas Hebi. (q cox, Fred)