SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sepakat untuk menandatangani nota kesepahaman Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD 2025 dalam rapat paripurna.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, setelah penandatanganan nota kesepahaman, selanjutnya Rancangan KUA PPAS akan dibahas di dalam rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD setempat.
“Kami memasukkan permohonan KUA PPAS Kota Surabaya dan alhamdullilah sudah menjadi nota kesepahaman. Kemudian akan diteruskan ke rapat Banggar,” kata Eri. Rabu (17/07/2024)
Eri menjelaskan di dalam Rancangan KUA PPAS, salah satunya mencakup potensi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya.
Lebih lanjut, kata dia, peningkatan itu terjadi karena perubahan persentase opsen pajak dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dari yang awalnya 30 persen, menjadi 66 persen.
“Posisinya itu bisa Rp1,2 triliun, naiknya dari sana. Kalau seandainya tidak masuk, tentu tidak berani menaikkan,” ujarnya.
Perubahan tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Selama ini PKB dan BBNKB yang berada di dalam penanganan pemerintah provinsi melalui Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat), nantinya dikelola oleh pemerintah tingkat kabupaten/kota. Regulasi itu berlaku pada Januari 2025.
Berdasarkan data yang dihimpun, diketahui bahwa proyeksi PAD Kota Surabaya Tahun 2025 sebesar Rp8 triliun atau bertambah Rp1,6 triliun dari 2024 yang sebesar Rp6,4 triliun.
Eri menyatakan PAD tersebut nantinya dialokasikan untuk melakukan perbaikan infrastruktur jalan.
“Kami nanti petakan lagi mana jalan provinsi, nasional, dan pemerintah kota. Karena seperti diketahui ada jalan nasional yang tidak ada salurannya, kemudian kalau banjir bertanya ke pemkot,” ucapnya.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti berharap adanya Undang-Undang HKPD bisa dioptimalkan oleh pemkot untuk mengoptimalkan pola pembangunan keberlanjutan dari segala sisi.
“Masuknya PKB yang lebih besar sharing-nya lebih besar dari tahun sebelumnya karena adanya HKPD menjadi angin segar bagi pemkot, sehingga pendapatan mengalami kenaikan Rp1,2 triliun,” kata Reni.
Kendati demikian, Reni mengingatkan pemkot tak boleh terpaku pada persentase opsen pajak tersebut, tetapi juga memaksimalkan sektor pajak lainnya.
“Sektor pendapatan daerah yang belum maksimal, seperti potensi parkir yang besar. Selain itu juga menggenjot kinerja badan usaha milik daerah (BUMD) supaya memberikan kontribusi maksimal,” tuturnya. (q cox, Ant)