SURABAYA (Suarapubliknews) – Komisi C DPRD Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (12/8/2025) untuk membahas sengketa lahan antara warga dan PT Darmo Permai di kawasan Pradah Kali Kendal (Tubanan) Surabaya Barat.
Rapat dipimpin Ketua Komisi C, Eri Irawan, dan dihadiri perwakilan warga bersama kuasa hukumnya, Prof. Dr. Tjandra Sridjaya P. SM. MH., manajemen PT Darmo Permai, Organisasi Perangkat Daerah terkait, lurah, camat, serta unsur Pemerintah Kota Surabaya.
Persoalan yang diperdebatkan adalah lahan seluas 57,5 hektare yang diklaim PT Darmo Permai, namun hingga kini masih dikuasai secara fisik oleh ratusan warga Tubanan.
Kuasa hukum warga, Prof. Tjandra menegaskan, masalah ini tidak sekadar soal sertifikat, melainkan menyangkut keadilan. “Janganlah rakyat kecil itu harus ditekan, harus dikalahkan. Kalau memang ada masalah, bicarakan baik-baik. Kalau punya tanah 50 hektare, kasihlah 5 hektare untuk rakyat yang sudah tinggal di sana. Jangan mau diambil semua,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan hilangnya buku letter C di kelurahan, yang menurutnya adalah dokumen negara penting. “Mungkin tidak buku letter C hilang? Kalau hilang, mana laporan resminya? Prinsip saya, kalau rakyat salah, kita hukum. Tapi kalau rakyat benar, kita lindungi,” tegasnya.
Dari pihak perusahaan, Juru Bicara PT Darmo Permai, Budianto R., menjelaskan bahwa lahan Tubanan merupakan bagian dari total 300 hektare tanah yang dikelola perusahaan.
“Berdasarkan perjanjian tahun 1995, Pemkot akan mengkoordinir pemindahan warga ke lokasi resettlement yang kami sediakan. Kami juga membiayai pemindahan. Tapi prosesnya macet karena tidak semua warga menyetujui persyaratan yang kami tawarkan,” katanya.
Menurutnya, meski Hak Guna Bangunan (HGB) sempat habis pada 2001, perusahaan telah melakukan perpanjangan pada 2004. “Kami sudah bayar semua kewajiban. Namun, BPN menunda perpanjangan karena masih ada warga yang menempati lahan, sehingga belum ‘clear and clean’,” jelas Budianto.
Anggota Komisi C, Buchori Imron, menilai penyelesaian masalah ini butuh niat baik dari semua pihak. “Kalau sudah jelas peraturan dan undang-undang, harus tegas. Jangan beri ruang kepada oknum yang memanfaatkan situasi. Waktu 20 hari ini harus digunakan Darmo Permai untuk bereskan internal,” ujarnya.
Ketua Komisi C, Eri Irawan, menutup rapat dengan memberi tenggat 20 hari kerja bagi PT Darmo Permai untuk konsolidasi internal. Pemkot Surabaya diminta berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi untuk memediasi masalah tersebut.
“Kita perlu menghadirkan pakar hukum pertanahan seperti Prof. Sogar agar analisis hukum lebih kuat. Kita ingin tahu posisi SHGB yang menjadi dasar aduan, supaya langkah penyelesaian punya landasan jelas,” kata Eri.
Sengketa lahan Tubanan yang telah berlangsung sejak 1995 ini bukan hanya persoalan tumpang tindih dokumen, tetapi juga ujian keberanian hukum dan keberpihakan politik. Tenggat 20 hari ke depan akan menjadi penentu, apakah konflik ini berakhir dengan keadilan atau berlarut tanpa kepastian. (q cox. Fred)