SURABAYA (Suarapubliknews) – Kisah pilu sepasang suami istri berusia lanjut (lansia) terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi B DPRD Kota Surabaya pada Rabu, 4 Juni 2025.
Rapat ini menghadirkan kisah seorang warga Manukan Kulon, Indramadi (77), nasabah BRI yang tengah menghadapi ancaman lelang rumah satu-satunya akibat gagal bayar pinjaman. Dihadiri oleh perwakilan BRI Cabang Manukan, termasuk Branch Manager, serta anggota Komisi B, RDP ini menjadi mediasi penting untuk mencari titik temu atas persoalan kemanusiaan dan tanggung jawab finansial.
Indramadi mengaku terlilit utang sebesar Rp400 juta kepada BRI, pinjaman yang awalnya lancar ia cicil. Namun pandemi COVID-19 membawa dampak buruk bagi usahanya. Penurunan omset drastis, ditambah kondisi kesehatan yang menurun, membuatnya tak mampu lagi mengangsur. Rumahnya di Manukan Loka Blok 8-D/1 pun terancam dilelang oleh pihak bank. Dalam kondisi tersebut, Indramadi datang ke DPRD untuk meminta perlindungan serta waktu agar ia bisa menjual rumah tersebut sendiri dengan harga lebih baik.
“Rumah itu satu-satunya yang saya punya. Saya dan istri saya yang sudah tua hanya tinggal di situ. Kalau dilelang sekarang, saya tidak tahu tinggal di mana. Saya minta supaya saya bisa jual sendiri,” kata Indramadi dalam rapat tersebut. Harapannya sederhana: lelang ditunda dan ia diberi waktu satu tahun untuk menjual rumah agar masih ada selisih uang untuk membeli rumah baru, meskipun lebih kecil dan lebih jauh dari pusat kota.
Pihak BRI, melalui Branch Manager Cabang Manukan, Fuad Fauzi, menyatakan bahwa pihaknya sudah memberikan berbagai bentuk keringanan kepada Indramadi. “Restrukturisasi sudah kami berikan hingga lima kali. Bahkan bunga kami turunkan berkali-kali. Tapi memang kondisi beliau sangat sulit,” ujar Fuad. Namun melihat masih adanya iktikad baik dari Indramadi, BRI memutuskan untuk memberikan waktu satu tahun ke depan agar rumah tersebut dapat dijual secara mandiri oleh nasabah.
Keputusan ini muncul setelah adanya mediasi dengan Komisi B DPRD Surabaya. Wakil Ketua Komisi B, Mochammad Machmud, menyebut bahwa keputusan ini adalah bentuk empati atas kondisi sosial yang dihadapi Indramadi. “Pak Indra ini sudah 77 tahun, istrinya 74 tahun. Selama dua tahun ini mereka hidup dalam ketakutan akan kehilangan rumah. Kami mengapresiasi BRI yang masih memberikan kebijaksanaan, bukan hanya kebijakan,” ujarnya.
Machmud menambahkan bahwa pinjaman sebesar Rp400 juta yang diajukan Indramadi sebenarnya sudah disertai itikad baik sejak awal. Bahkan selama 17 tahun sebelumnya, cicilan berjalan lancar tanpa tunggakan. Namun kondisi luar biasa akibat pandemi telah membuat Indramadi bangkrut dan tak lagi memiliki penghasilan tetap. “Setidaknya, dengan adanya waktu setahun ini, beliau bisa bernafas lega dan tidak terus dibayangi surat lelang,” katanya.
Kesepakatan dalam RDP ini menetapkan bahwa proses lelang resmi dihentikan. Indramadi akan mendapat waktu satu tahun untuk menjual rumah secara mandiri. Jika berhasil, hasil penjualannya akan digunakan untuk melunasi utang pokok yang tersisa, yang kini mencapai sekitar Rp390 juta, ditambah bunga. Dalam masa penangguhan ini, Indramadi tidak diwajibkan untuk mengangsur, mengingat kondisi keuangannya yang sudah tidak memungkinkan.
Kasus ini menjadi contoh nyata bahwa empati dan dialog bisa membuka jalan bagi solusi yang lebih manusiawi, bahkan dalam sistem keuangan yang ketat seperti perbankan. Komisi B DPRD Surabaya memainkan peran strategis sebagai jembatan antara warga dan institusi keuangan.
Sementara BRI menunjukkan bahwa kebijakan bisa disertai dengan kebijaksanaan, tanpa harus melanggar prinsip profesionalisme. Semoga waktu satu tahun yang diberikan bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Indramadi untuk menemukan titik terang dalam hidupnya yang sedang gelap. (q cox, Fred)