SURABAYA, (Suarapubliknews) – Pandemi covid 19 yang melanda sejak awal 2020 mengubah banyak lini kehidupan, satu diantaranya mendorong industri food and beverage melakukan transformasi digital dalam menjalankan usaha. Agar bisa bertahan, pelaku bisnis kuliner melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan pelanggan, diantaranya penjualan secara online.
Founder Moopo, IRG dan Kam5ia, Richard Andrea mengatakan adanya pembatasan aktivitas masyarakat dan larangan makan atau minum di tempat (dine in) pada awal pandemic covid 19 mengakibatkan banyak penjualan produk F&B dilakukan secara online.
Hadirnya aplikasi pemesanan makanan maupun layanan pengantaran makanan memang sangat membantu mereka. Namun di sisi lain, banyak pelaku bisnis kuliner maupun konsumen mulai ‘gerah’ dengan biaya-biaya tambahan yang dibebankan.
PT Imaji Cipta menghadirkan tiga aplikasi sekaligus untuk kebutuhan pemesanan industri kuliner yang diklaim lebih ‘ramah’ pada pelaku bisnis maupun konsumen. Ketiga aplikasi yang resmi dikenalkan di Surabaya, tersebut adalah Moopo, IRG, dan Kam5ia. Dihadirkannya ketiga aplikasi tersebut merupakan jawaban bagi para pedagang dan pengusaha kuliner (besar maupun kecil) juga para konsumen pecinta kuliner dengan cara online.
“Para pedagang dan pengusaha tidak perlu menaikkan atau markup harga produknya saat menjual secara online, namun sesuai dengan harga makan di tempat. Di sisi lain, konsumen pun bisa lebih senang memesan produk maupun makanan dan minuman tanpa terbebani biaya komisi,” katanya saat pengenalan 3 aplikasi miliknya di GIOI Tunjungan Plasa 5 Surabaya.
Dipaparkan Richard, IRG adalah aplikasi untuk konsumen yang mau dine in, delivery, take away, bahkan reservasi di restoran maupun kafe. Sesuai namanya, IRG adalah kependekan dari Indonesia Reato Guide.
“Aplikasi ini memudahkan pemilik resto atau kafe dalam memberikan layanan pemesanan karena menu cukup digital dan langsung bisa dilihat di ponsel konsumen. Termasuk pesan tempat, jadi konsumen tak perlu menunggu dan bisa tahu total pembayarannya,” jelasnya.
Sementara aplikasi Kam5ia merupakan akronim dari Kaki Lima Indonesia, yang diperuntukan bagi konsumen yang hendak melakukan pembelian secara delivery dan take away untuk kuliner di jenis Kaki Lima, Food Stall, Food Truck, Toko Roti dan Kue, Toko Oleh-Oleh, hingga Cloud Kitchen.
Sedangkan aplikasi MOOPO yang akronim dari Massive Online Open Pre Order, diperuntukkan bagi mereka pelaku bisnis kuliner pemula yang melayani penjualan secara PO (pre order). “Saat pandemi banyak masyarakat yang kehilangan nafkah dan akhirnya mencoba berjualan melalui skill mereka dan melakukan penjualan nya dengan cara PO. Sayangnya untuk berjualan ini mereka hanya berdasarkan pertemanan dan persaudaraan, jadi kurang meluas. Nah, MOOPO hadir untuk membantu para pengusaha ini,” ulasnya.
Menurutnya, penjualan PO ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu waste barang akan berkurang, karena hanya membuat sebanyak pesanan saja, dan bisa dapat DP, dan lain-lain. “Namun MOOPO juga terbuka untuk resto dan kafe yang ingin menerima pesanan secara PO,” ungkapnya.
Ditambahkan Richard, keunggulan aplikasi yang dibuatnya, selain tidak ada tambahan biaya sepeserpun bagi penjual maupun pembeli, juga penjual maupun pembeli bisa saling chat secara langsung. “Pengusaha juga akan mendapat data base pembeli secara real time, dan uang penjualan langsung masuk rekening pengusaha,” tandasnya.
Berbeda dengan aplikasi perpesanan makanan yang selama ini ada, Richard menyebut, pihaknya mematok fee hanya Rp 1.000 per transaksi bagi konsumen. Angka ini jauh lebih murah dibanding kompetitor.
“Saat ini sudah ada 2.273 merchant yang tergabung di wilayah Surabaya dan Sidoarjo. Dalam waktu dekat kami juga akan membuka 15 kota lainnya, seperti Jabodetabek, Malang, Semarang, Palembang, Yogyakarta, Manado, dan Kediri,” jelasnya.
Meski tiga aplikasi tersebut saat ini sudah bisa diunduh di Play Store Android, namun untuk sementara masih belum bisa dioperasikan. “Kita akan launching ke umum pada 1 Agustus 2022 sekaligus juga akan segera hadir di App Store untuk iPhone,” ujar Richard.
Terkait tenaga kurir, ketiga aplikasi ini bekerja sama dengan Borzo yang notabene eks Mr Speedy. Sedangkan untuk system pembayaran PT Imaji Cipta menggandeng PT Bank Central Asia Tbk atau BCA untuk pembayaran secara digital melalui QRIS.
Fleet Region Borzo Rizky Permana mengatakan pihaknya digandeng ketiga aplikasi tersebut sebagai tenaga pengiriman. Kelebihan dari Borzo adalah tarif pengantaran jauh lebih murah dibanding kompetitor. “Untuk 6 kilometer pertama tarifnya hanya Rp 6 ribu, selanjutnya Rp 2 ribu per kilometer,” jelasnya
Vice President Kantor Fungsional Perbankan Transaksi Surabaya BCA, Wirya Setiawan menuturkan, pihaknya mendukung karya anak bangsa dalam penyediaan backend pembayaran yang kian melengkapi ketiga aplikasi ini. Nantinya fasilitas API QRIS dan transfer yang disediakan BCA dapat membantu pembayaran transaksi customer untuk di distribusikan ke merchant-merchant.
“Ini untuk memudahkan konsumen, karena jenis pembayaran digital apa saja bisa untuk scan di QRIS BCA yang kita sediakan. Kami harap fasilitas pembayaran ini kian memberikan kemudahan bagi pengguna aplikasi untuk memanfaatkan fitur yang ditawarkan,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jawa Timur, Tjahjono Haryono mengapresiasi hadirnya tiga aplikasi karya arek Surabaya tersebut. Dia berharap ini akan bisa menjadi pilihan dan memudahkan pengusaha dan konsumen.
“Jujur kehadiran aplikasi pemesanan online sangat membantu, tapi kami para pengusaha juga banyak yang mengeluh karena adanya pungutan atau tambahan biaya. Nah, dengan hadirnya tiga aplikasi baru yang notabene diklaim tak ada tambahan komisi atau biaya siluman ini, tentu akan sangat membantu teman-teman pengusaha dan tentunya konsumen,” jelasnya.
Dia pun berjanji secara bertahap anggota Apkrindo Jatim yang mencapai ratusan brand kuliner tersebut akan bergabung di aplikasi yang ditawarkan PT Imaji Cipta tersebut. “Saat ini penjualan di kafe dan resto secara online mencapai sekitr 30-40 persen. Padahal sebelum pandemi dulu baru sekitar 10 persen, dan saat pandemi bisa naik jadi 60 persen. Saya memprediksi prosentasenya akan terus meningkat. Kemungkinan bisa mencapai 40-50 persen untuk penjualan online,” ujar Tjahjono. (q cox, tama dini)