SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Dengan alasan membela hak setiap warga negara, DPRD Kota Surabaya mendesak untuk segera dilakukan hak angket atas sengketa tanah yang kini ditempati Mall Grand City Surabaya, karena belakangan ada dugaan bahwa pusat perbelanjaan di Jalan Gubeng Pojok 48-50 Surabaya ini berdiri di atas lahan milik perorangan.
Fatalnya, gugatan Nur Aini (35) sekeluarga sebagai ahli waris terus kandas, meskipun di dasari surat kepemilikan yang sah. Perjuangan yang dilakukan cukup lama, kurang lebih selama 12 tahun. Namun pihak Grand City yang saat ini menempatinya untuk Mall juga mengklaim mempunyai bukti yang sah dan kuat.
Karena bikin ramai, ahli waris bersama keluarganya mengadukan sengketa itu ke DPRD Kota Surabaya. Komisi B pun menindaklanjutinya dengan melakukan hearing dengan semua pihak, Selasa (25/10/2016). Tidak hanya Nur Aini dan pihak Grand City
Namun juga BPN, pihak Kelurahan Ketabang, pihak Kecamatan Genteng, dan notaris. Semua pihak terkait sengketa lahan seluas kurang lebih 5 hektare itu dihadirkan saat hearing di Komisi B. Semua anggota komisi ini lengkap hadir.
Bahkan Ketua DPRD Armuji juga hadir di forum hearing. “Kami dukung penggunaan hak angket untuk menuntaskan perselisihan warga dengan Grand City,” kata Armuji usai hearing.
Tidak hanya perkara penggunaan lahan tersebut, namun kini juga meluas karena luasan lahan di mal tersebut bertambah menjadi sekitar 3.500 m2. Tidak seperti yang dimiliki orangtua Nur Aini, Muhammad AL Maghribi.
Ketua Komisi B Mazlan Mansyur mengaku perlu mendudukkan semua pihak yang kini mengklaim paling berhak atas lahan 5 hekatare di mal megah itu. Selain Mazlan, tampak pula anggotanya, Tri Didik Ardiono, Edi Rachmat, Baktiono, dan anggota yang lain lengkap.
“Kami masih menunggu sikap kooperatif semua pihak. Tapi jika tidak bisa diajak kooperatif, kami bersama anggota dewan yang lain akan menyelidikinya dengan hak angket,” kata Mazlan, wakil dari PKB.
Wakil rakyat ini akan lebih detail menelisik dan berkoordinasi dengan semua pihak untuk menuntaskan masalah lahan warga kota yang dikuasai pengembang. Jangan sampai keberadaan mal atau para pengembang merugikan warga. Sebaliknya harus memberi nilai tambah warga.
Khusus untuk luasan lahan Grand City yang disinyalir melebihi luasan lahan awal sebagai pihak yang menguasai lahan, DPRD juga berencana akan mengukur ulang bersama BPN Surabaya. Meski pengukuran itu harus seizin Grand City.
Tri Didik meyakini bahwa tidak hanya kasus Grand City yang memiliki potensi konflik dan sengketa lahan yang sama. Dia mencontohkan kasus Jalan Kenari yang dijualbelikan ke pengembang. “Hak angket perlu dan kami dilindungi UU untuk kasus Grand City ini,” kata Didik.
Saat hearing, Nur Aini ditemani beberapa saudara dan kerabatnya. Nur Aini menyampaikan bahwa dirinya memiliki semua dokumen dan sertifikat tanah asli. Orang tuanya, Muhammad Al Maghribi, memperkarakannya karena sampai saat ini sudah dikuasai Grand City.
“Semua riwayat tanah kami punya. Orangtua saya pertama yang memiliki rumah di situ. Karena era kemerdekaan dan G 30, tanah diamankan Marinir TNI. Entah kenapa bisa jadi tukar guling dan kini dikuasai Grand City. Oknum tanah harus dibongkar,” kata Nur Aini. (q cox)