Nasional

Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Kritisi Bantuan Bencana dari Kementan

50
×

Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Kritisi Bantuan Bencana dari Kementan

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Bantuan yang diberikan Kementerian Pertanian (Kementan) kepada masyarakat dan petani korban bencana banjir di sejumlah wilayah Sulawesi, dikritisi sejumlah kalangan.

Salahsatunya dari Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), yang mengkhawatirkan munculnya rasa ketidakadilan, karena bantuan tersebut dinilai kurang berpihak pada petani secara keseluruhan.

“Ini masalah bahwa pejabat kita memiliki konflik kepentingan. Ketika merasa berasal dari daerahnya, lalu kepentingan pribadinya diutamakan. Ini yang mesti kita kritisi,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPW), Ujang Komarudin.

Menurut Ujang, jika memang komit dan konsisten, seharusnya bantuan-bantuan serupa juga diberikan ke seluruh wilayah yang terkena dan terdampak bencana. Jangan hanya bantuan tersebut diberikan ke daerah dimana Menteri Pertanian itu berasal.

Seperti diketahui, Kementan secara sigap memberikan bantuan sebesar Rp10 Miliar yang diserahkan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman di Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, Sulawesi Selatan, Sabtu (15/6/2019).

Mentan menyatakan, bantuan berasal dari sumbangan internal karyawan dan juga donasi mitra. Bantuan tersebut berupa bantuan sehari-sehari yang dibutuhkan bagi masyarakat terdampak, serta sebagian lagi disalurkan melalui program penanggulangan bencana untuk sektor pertanian.

Pada awal tahun 2019, banjir juga sempat melanda wilayah di Jawa Timur, setidaknya terdapat 5937 hektar lahan pertanian yang terdampak. Namun, tidak ada pemberitaan yang mengabarkan Kementan memberikan bantuan seperti yang dilakukan ke wilayah Sulawesi.

Menurut Ujang, jika menganut azas keadilan, seharusnya perlakuan dan kebijakan yang sama dilakukan di semua wilayah yang terkena bencana.”Bukan hanya karena di daerahnya. Ini yang menimbulkan kecemburuan, ketidakadilan, dan berbahaya secara kepentingan politik,” cetusnya.

Terkait dengan sumber dana bantuan yang berasal dari sumbangan internal dan stakeholder Kementan, dirinya menegaskan asalkan tidak menentang undang-undang. Jangan sampai hal itu justru berpotensi korupsi kebijakan.

“Curiganya, internal ini terpaksa atau tidak memberikan sumbangannya. Karena biasanya, ketika pejabat yang ngomong, ada rasa keterpaksaan. Seolah-olah bawahannya iklas, tapi belum tentu,” paparnya.

Pengamat Kebijakan Publik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syafuan Rozi Soebhan berpersepsi senada.

Syrafuan menilai, sistem donasi dari rekanan, cenderung akan menimbulkan kesan diskriminasi. Dia berpendapat, bisa jadi para menteri ingin memiliki investasi secara politik di daerahnya, bukan hanya untuk dirinya sendiri namun juga dapat berdampak bagi keluarganya. Tapi sudah sepatutnya hal itu dikesampingkan.

“Jadi kalau ada dugaan daerah yang memiliki kedekatan tertentu, bisa saja terjadi,” kata Syafuan yang juga menyebutkan, sistem asuransi pertanian lebih baik jika diterapkan masif.

Anggota Dewan juga mengkritisi kabar adanya permohonan sumbangan untuk wilayah terdampak banjirnyang ditujukan kepada para pelaku usaha. Sumbangan itu untuk tanggap darurat akibat bencana banjir di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

Anggota DPR RI Inas Nasrullah Zubir berpendapat, penyaluran bantuan kepada daerah-daerah yang dilanda bencana memang dianggarkan ke sejumlah kementerian.
Namun politisi Hanura ini mengaku tidak tahu apakah anggaran itu ada di Anggaran Kementerian Pertanian.

Ia mengatakan, jika anggaran itu ada, maka Kementerian Pertanian boleh saja mengeluarkannya. Namun, jika tidak ada di alokasi anggaran, maka tidak boleh memberikan bantuan korban bencana dengan anggaran Kementerian.

Inas mengatakan, jika memang dana bantuan itu bukan berasal dari APBN, maka bisa saja Kementerian Pertanian menggalang dana sendiri. Misalnya dengan menggandeng mitra-mitra swasta Kementerian.

Namun demikian prosesnya harus transparan dan melibatkan lembaga lain. Seperti Kementerian Sosial. “Sah-sah saja kalau dia (Mentan) mau menggalang dana untuk korban bencana, tapi ya harus sesuai aturan, penggalangan dana bisa melibatkan Kemensos dan dibuka ke publik dari mana asalnya dan penyalurannya,” tuturnya.

Sebelumnya, pada Kamis (13/6), Mentan Amran Sulaiman melepas langsung bantuan dengan total 65 truk, berupa 1 truk benih padi dan 64 truk bantuan bahan pokok di Markas Komando Resort Militer 143/Halu Oleo. Bantuan itu diperuntukkan bagi korban banjir di empat kabupaten, Kolaka Timur, Konawe Utara, Konawe, dan Konawe Selatan.

Kementerian Pertanian (Kementan) telah berhasil menghimpun dana bantuan sebesar Rp12 miliar, baik dari internal sumbangan karyawan maupun donasi mitra Kementan. Bantuan senilai Rp4, 2 miliar langsung disalurkan hari ini lewat Kendari dan Rp8 miliar lainnya lewat program penaggulangan bencana untuk sektor pertanian.

Selain mengawal distribusi bantuan, Amran turut meninjau lokasi lahan dan infrastruktur pertanian yang terdampak banjir bandang.

“Kami meminta tim Kementan dan daerah bergerak cepat membantu saudara-saudara kita yang terkena bencana. Posko-posko yang didirikan juga sudah bisa menghimpun data sementara jumlah kerugian atas lahan persawahan yang rusak maupun hewan ternak yang terdampak banjir,” sebutnya.

Amran mengklaim gerak cepat Kementan merupakan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo. Tak hanya Kementan saja, kementerian dan lembaga lain pun diminta untuk turun ke lapangan.

“Atas arahan Pak Presiden, kami semua diminta bergerak cepat membantu. Setiap menteri juga diminta memulihkan sektor yang terkait dengan tugas pokok dan fungsinya. Kami di Kementan secara khusus akan memastikan sekor pertanian bisa pulih kembali segera terlebih empat lokasi ini merupakan lumbung pangan di Sulawesi Tenggara,” terang Amran. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *