BATULICIN (Suarapubliknews) – Masyarakat Desa Sumber Baru, kecamatan Angsana, kabupaten Tanah Bumbu hidup dalam keterbatasan. Kampung permukiman warga dikepung fasilitas infrastruktur yang rusak, yang diantaranya adalah jalan desa dan lingkungan sepanjang 20 KM lebih, dan 5 jembatan ulin yang sudah tak layak untuk dilintasi.
Selain itu, infrastruktur pertanian berupa pengairan juga belum terbangun, serta dangkalnya sungai di desa itu, memperparah kondisi lingkungan perkampungan. Jika musim penghujan, permukiman warga kerap kebanjiran dan lahan persawahan terendam. Berbagai keluhan ini disampaikan warga setempat kepada calon wakil bupati Tanah Bumbu, nomor urut 3, Muhammad Rusli saat melakukan kampanye dialogis, Jumat (16/10).
“Sejak pertama kali bermukim di desa ini melalui program transmigrasi tahun 1982, kami belum pernah merasakan akses jalan mulus beraspal dilingkungan ini. Hingga saat ini masih seperti ini,” kata Matrisno, warga setempat sembari menunjuk jalan di depan rumahnya yang tampak becek setelah diguyur hujan.
Keluhan Sutrisno bukan tanapa alasan. Kondisi jalan lingkungan desa di tempat tinggalnya memang belum pernah diaspal. Secara fisik akses utama warga ini masih berupa pengerasan batu bercampur tanah. Sehingga saat diguyur hujan menjadi becek dan banyak genangan air ditengah jalan.
“yang baru teraspal hanya 3 KM, itupun hanya di depan menuju ke jalan raya hingga pasar. Sementara untuk di dalam-dalamnya belum pernah diaspal. Belum lagi jembatannya, ada sekitar 5 unit, kondisinya parah dan rawan memakan korban,” ucapnya.
Menurut Matrisno, jembatan ini sejak awal dibangun era transmirasi belum pernah ada perbaikan. Jembatan-jembatan berbahan kayu ulin tersebut sudah tak layak lagi dilintasi, karena sudah tidak normal lagi. Parahnya banyak lubang di tengah jembatan, sehingga cukup membahayakan pengendara. Selain itu bautnya juga banyak yang hilang, lantai dan pagarnya reyot dan miring.
Ia menambahkan, infrastruktur lainnya yang juga luput dari perhatian adalah, penyelesaian pembangunan siring pengairan dan irigasi. Akibatnya saat musim hujan, areal persawahan mereka terendam hingga meter. Dampaknya tanaman pertanian warga rusak dan kerap gagal panen. Kondisi ini juga dipengaruhi dangkal dan sempitnya sungai induk di desa tersebut. Harusnya ada upaya normalisasi dan pelebaran sungai, agar bisa mengatur debit air saat intensitas hujan tinggi.
“Luapan air sungai sering meluap karena lebarnya hanya meter. Idealnya 4-5 meter untuk bisa menampung volume air yang banyak. Sementara saluran irigasi juga tidak ada. Dulu pernah ada proyek penyiringan irigasi, namun belum diserah terimakan ambruk. Tapi hingga kini belum ada tindak lanjut,” lanjutnya.
Ia dan warga lainnya berharap, infrastruktur desa mereka mendapatkan perhatian, agar tidak menjadi kecemasan berlarut-larut.
Tak hanya terkait infrastruktur, keluhan lainnya menyangkut kehidupan mereka juga dibeberkan warga lainnya. Zainal Abidin, seorang petani di desa itu menumpahkan rasa kecewanya terhadap pemerintah daerah yang tidak mengakomodir kebutuhan pupuk sektor perkebunan dan pertanian.
“Coba renungkan pak, seumpama kami punya lahan kebun karet 1 hektar, masak hanya dikasih pupuk 1 karung. Terus 1 hektar sawah juga diberi 1 karung pupuk, kadang tidak kebagian. Itu bagaimana,” ungkap Zainal seraya bertanya.
Ia mengisyaratkan pembagian bantuan itu tidak masuk akal untuk bisa mengakomodir kebutuhan pupuk bagi sawah dan kebun mereka. Atas persoalan ini, ia mewakili masyarakat setempat meminta solusi agar mereka bisa bertani secara optimal guna meningkatkan kesejahteraan. “Nanti kalau bapak jadi, akan saya tagih. Kalau perlu saya datangin ke kabupaten,” tegasnya. (q cox, Imran)