Politik

Gelar Rakor soal Es Krim Beralkohol, DPRD Surabaya: Sanksi terlalu ringan

82
×

Gelar Rakor soal Es Krim Beralkohol, DPRD Surabaya: Sanksi terlalu ringan

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) — Komisi D menggelar rapat koordinasi (rakor) terkait temuan es krim beralkohol yang dijual bebas di salah satu tenant di mall kawasan Surabaya Barat. Rabu (23/04/2025)

Rakor dipimpin oleh dr. Akmarawita Kadir dan dihadiri oleh berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, termasuk Dinas Kesehatan (Dinkes), Satpol PP, Dispendik, Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan, DPMPTSP, serta Balai Besar POM Surabaya.

Dalam rapat tersebut, terungkap bahwa es krim dengan kandungan alkohol ini ditemukan pertama kali pada 5 April 2025 oleh Satpol PP di salah satu gerai di pusat perbelanjaan.

Produk tersebut mengandung alkohol jenis likuer, berkomposisi mirip wine dan Jack Daniel’s, dengan kadar etanol mencapai 3,5%. Produk diketahui tidak memiliki izin edar pangan olahan sesuai standar, serta tidak mencantumkan label non-halal meskipun menggunakan bahan beralkohol dalam proses produksinya.

Hesti, perwakilan dari BPOM, menyampaikan bahwa pengawasan kandungan bahan makanan rutin dilakukan bekerja sama dengan OPD terkait. Namun dalam kasus ini, ia mengakui bahwa belum ada regulasi yang mengatur secara spesifik produk makanan dengan campuran alkohol seperti es krim ini.

“Sarana produksinya pun tidak terpisah dari kegiatan rumah tangga, dan peralatannya belum memenuhi standar. Kami menemukan sisa likuer saat pemeriksaan,” jelasnya.

Dari Dinas Kesehatan, dr. Renggar mengungkap bahwa lokasi produksi berada di kawasan Margerejo Indah, Surabaya. Dinkes bersama BPOM dan OPD lain telah melakukan klarifikasi dengan pemilik.

Hasilnya, pemilik mengakui menggunakan alkohol berjenis bourbon dalam proses produksi es krim. Produk ini bahkan telah tersebar di berbagai kota lain seperti Jogjakarta, Semarang, hingga Bali.

Sandy dari Dinas Koperasi dan Perdagangan menambahkan bahwa es krim tidak termasuk dalam kategori minuman beralkohol menurut peraturan perdata tahun 2003, melainkan tergolong makanan pencuci mulut.

Namun, pihaknya tetap menindak karena ditemukan banner promosi berbau minuman keras. Hal ini dianggap melanggar pasal 69 Perda 2023 karena menampilkan unsur visual minuman alkohol secara terbuka di tempat umum.

Sementara itu, dari DPMPTSP, Taufik menjelaskan bahwa usaha tersebut mendapatkan izin secara otomatis lewat sistem OSS karena dikategorikan sebagai risiko rendah.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar dari para anggota dewan. “Kalau tidak viral, bisa jadi tidak akan pernah terdeteksi,” ujarnya.

Kritik paling tajam datang dari anggota Komisi D, dr. Zuhrotul Mar’ah. Ia mengecam minimnya sanksi terhadap pelanggaran ini.

“Cuma didenda Rp. 300 ribu dan masih boleh buka? Itu terlalu ringan. Kita harus tegas, apalagi ini menyangkut kesehatan generasi muda,” ujarnya lantang.

Ia juga menyinggung perlunya pemeriksaan berkala terhadap produk UMKM, khususnya yang berpotensi dikonsumsi oleh anak-anak.

Senada, Imam Syafii dari Komisi D turut menyoroti tanggung jawab pengelola mall. Menurutnya, mall seharusnya memiliki sistem pengawasan terhadap tenant yang mereka izinkan beroperasi.

“Kalau tenant menjual produk bermasalah, pemilik mall juga harus ikut bertanggung jawab,” tegasnya.

Ia juga menyoroti Perda No. 1 tahun 2023 tentang Perdagangan dan Perindustrian, yang seharusnya memberikan sanksi tegas berupa denda Rp.50 juta atau kurungan minimal tiga bulan. (q cox, fred)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *