PONOROGO (Suarapubliknews) – Jelajah masjid legendaris di Jawa Timur sebagai rangkaian Safari Ramadhan Gubernur Khofifah Indar Parawansa telah sampai di Ponorogo. Di Bumi Reog tersebut, Gubernur Khofifah berkesempatan melaksanakan jamaah shalat tarawih di Masjid Jami’ Tegalsari, Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Senin (3/4).
Gubernur Khofifah mengatakan, Masjid Jami’ Tegalsari ini sangat khas dengan nuansa spiritual dan kultural. Kentalnya unsur budaya Jawa pada masjid ini diperkuat dengan 36 tiang kokoh dari kayu jati tanpa paku. Semua kayu jati tersebut dikuatkan dengan pasak kayu.
Jumlah tiang mengandung arti jumlah wali/wali songo (3+6=9) yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa dan atap berbentuk kerucut mengambarkan keagungan Allah SWT. Tidak hanya itu, kubah masjid terbuat dari tanah liat (sejenis gerabah) yang masih terjaga keasliannya hingga sekarang.
“Masjid Jami’ Tegalsari ini menjadi salah satu masjid tertua di Indonesia. Bahkan Masjid ini juga tercatat sebagai bangunan cagar budaya berdasar Undang-undang RI No 5 Tahun 1992. Dari bangunannya kita bisa lihat bahwa nuansa Budaya Jawa sangat kental. Dan ini menjadi salah satu masjid bersejarah di Indonesia,” katanya.
Unsur kekunoan masjid ini sangat terlihat. Dilansir dari laman warisan budaya kemendikbud, kekunoan arsitektur Masjid Tegalsari di samping dapat dilihat dari konteks dan keletakan, juga dari unsur fisik masjid yang lain. Seperti adanya pagar keliling yang mengitari kompleks masjid.
Pagar keliling ini mempunyai arti memisahkan daerah yang sakral dan propan. Halaman masjid terbagi menjadi tiga yang masing-masing mempunyai arti atau tingkat kesakralan yang berbeda. Bagian yang paling sakral adalah mulai dari serambi hingga ruangan masjidnya
Menurut Khofifah, keberadaan masjid Jami’ ini erat kaitannya dengan sejarah dakwah Islam di masa itu. Dimana Tegalsari memiliki nilai sejarah dan semangat dakwah Islam yang besar. Sosok Kyai Ageng Muhammad Besari juga memiliki peran yang kuat. Beliau pula yang mendirikan Pondok Pesantren Tegalsari. Ribuan orang santri konon yang belajar di pesantren ini.
“Kiai Besari memberikan ilmu syariat, akidah, tasawuf atau akhlak, hingga kesenian Jawa, khususnya sastra. Beliau zuriahnya (keturunannya) Subhanallah dari orang yang sholeh dan sholehah. Beliau bisa memberseiringkan bagaimana menjadi ulama dan jadi umarah. Kedalaman keilmuannya luar biasa,” lanjutnya.
Sebagaimana diketahui, Masjid Jami’ Tegalsari merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia yang didirikan sekitar abad ke-18 oleh Kyai Ageng Muhammad Besari. Beliau adalah seorang ulama kondang yang menyebarkan agama Islam di Ponorogo dan sekitarnya. Berdasarkan referensi yang tertulis di website Disbudparpora Ponorogo, sosok Kyai Ageng juga berperan dalam babat Desa Tegalsari dan mendirikan pesantren Gebang Tinatar atau Pesantren Tegalsari.
Sejumlah tokoh seperti Susuhunan Pakubuwono II (Raja Surakarta), Ronggowarsito (pujangga/sastrawan Jawa), Kyai Abdul Manan Dipomenggolo (pendiri Pesantren Tremas Pacitan) pernah menuntut ilmu sebagai santri maupun mendapatkan pengaruh dari Tegalsari. Bahkan H.O.S Tjokroaminoto, serta Trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor merupakan keturunan dari silsilah Kyai Ageng Muhammad Besari.
Kyai Ageng Muhammad Besari memiliki silsilah keturunan dari Majapahit dan dari Nabi Muhammad SAW. Dimana keturunan Majapahit berasal dari ayahnya yakni Ki Ageng Anom Besari atau Ki Ageng Grabahan dari Dusun Kuncen, Caruban Madiun. Sedangkan keturunan Nabi Muhammad SAW didapat dari ibunya yakni Nyai Anom Besari atau Nyai Ruqiyah yang nasabnya sampai kepada Rasulullah SAW melalui garis Sayyidati Fatimah Az-Zahra.
Komplek Masjid Tegalsari ini terdiri dari tiga bagian yaitu Dalem Gede merupakan kerajaan kecil yang dulunya merupakan pusat pemerintahan. Kemudian sebuah masjid serta komplek makam Kyai Ageng Muhammad Besari. (q cok, tama dini)