SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan Nota Keuangan atas Rancangan Perda tentang APBD Tahun 2024 dalam Rapat Paripurna DPRD Jawa Timur di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur, Jumat (29/9).
Secara khusus ia menyampaikan bahwa kerangka Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang APBD Tahun Anggaran 2024 yang disampaikan telah mempertimbangkan prediksi ekonomi global, nasional, dan asumsi makro Jawa Timur.
Gubernur Khofifah mengatakan, proyeksi perekonomian global pada 2024 diperkirakan akan membaik. Sebab menurut World Economic Outlook (IMF, Juli 2023), pertumbuhan ekonomi global tahun 2024 diperkirakan akan berada pada level 3,0%. Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia sendiri diproyeksikan tumbuh 5,0% pada 2024.
“Sementara itu, perkembangan lingkungan strategis nasional yang merupakan asumsi dalam penyusunan APBN Tahun 2024 meliputi pertumbuhan ekonomi 2024 (y-o-y) yang diperkirakan mampu tumbuh 5,2%. Laju lnflasi tahun depan juga insya Allah dapat dikendalikan pada 2,8%,” katanya.
Tak hanya itu, Nilai Tukar Rupiah pada 2024 diperkirakan bergerak pada kisaran Rp 15.000 per Dolar Amerika Serikat. Indonesia Crude Oil Price (ICP) atau harga minyak mentah Indonesia juga diperkirakan berada pada kisaran 80 dolar Amerika Serikat per barel.
“Memperhatikan dan menyesuaikan perkembangan ekonomi global dan nasional serta asumsi makro Jawa Timur Tahun tahun depan, maka kerangka Rancangan Perda kita tentang APBD 2024 disusun ke dalam Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah,” lanjutnya.
Gubernur Khofifah menuturkan, kekuatan Pendapatan Daerah pada penyusunan RAPBD Tahun Anggaran 2024 mencapai Rp 28,9 triliun. Yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 19,5 triliun, Pendapatan Transfer sebesar Rp 9,3 triliun, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar Rp 29,2 miliar.
Dari Pendapatan Daerah tersebut, dipergunakan untuk Belanja Daerah sebesar Rp 31,6 triliun. Dengan rincian untuk Belanja Operasi yang terdiri dari Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, Belanja Subsidi, Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial.
Belanja Daerah juga meliputi Belanja Modal, Belanja Tidak Terduga, dan Belanja Transfer yang terdiri dari Belanja Bagi Hasil dan Belanja Bantuan Keuangan yang mendukung pelaksanaan Program Prioritas guna menstimulus Indikator Kinerja Utama Pemprov Jatim.
“Belanja Daerah ini juga digunakan untuk pelayanan dasar wajib. Seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, ketenteraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat, juga sosial,” ujarnya.
Dengan alokasi pendapatan daerah sebesar Rp. 28,9 Triliun dan alokasi kebutuhan belanja daerah sebesar Rp. 31,6 Triliun, sehingga ada defisit Rp. 2,1 triliun. Untuk menutup defisit anggaran daerah sebesar Rp 2,1 triliun, strategi yang dilakukan adalah dengan Pembiayaan Neto yang diperoleh dari selisih antara penerimaan pembiayaan berupa perkiraan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA) Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp 1,5 triliun.
Tak hanya itu, adapula Pencairan Dana Cadangan sebesar Rp 600 miliar, dengan rincian pengeluaran pembiayaan daerah sebesar Rp 9,1 miliar. Pengeluaran ini berupa pembayaran pokok hutang sebelum jatuh tempo kepada Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu PT SMI atas Pinjaman Daerah yang digunakan untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat terdampak COVID-19.
“Semoga dengan pertolongan dan petunjuk Allah Subhanahu Wata’ala Tuhan Yang Maha Kuasa, upaya luhur ini membawa kemaslahatan bagi kesejahteraan rakyat Jawa Timur yang lebih baik,” tutupnya.
Turut hadir dalam Rapat Paripurna tersebut Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak dan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Adhy Karyono. (q cok, tama dini)