Peristiwa

Gusti Bhre Ajak Generasi Muda Dekat dengan Budaya Lewat Experiential Learning dan Festival Lintas Negara

108
×

Gusti Bhre Ajak Generasi Muda Dekat dengan Budaya Lewat Experiential Learning dan Festival Lintas Negara

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Dalam perhelatan IdeaFest 2025 yang digelar di Grand City Mall & Convex Surabaya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X, Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo atau yang akrab disapa Gusti Bhre, mengungkapkan visi dan strategi besar untuk menjadikan Solo sebagai pusat kebudayaan yang inklusif, interaktif, dan berdaya saing global.

Menurut Gusti Bhre, Solo saat ini tak hanya berperan sebagai pusat kegiatan budaya nasional, tetapi juga sedang memantapkan langkah menuju panggung internasional. “Solo adalah episentrum budaya yang kita dorong tidak hanya untuk dinikmati oleh masyarakat lokal, tetapi juga untuk menjadi magnet bagi kota-kota lain bahkan mancanegara,” ujarnya.

Salah satu inisiatif utama yang tengah disiapkan adalah penyelenggaraan festival lintas negara yang akan berlangsung di lima negara pada 2025, mengangkat kekayaan budaya Indonesia seperti batik, kuliner, dan bentuk seni interaktif lainnya. “Ada satu program internasional yang cukup menarik, tapi kami masih finalisasi. Intinya kami ingin budaya tidak hanya dilihat, tapi juga dialami,” lanjutnya.

Tak hanya menyoroti agenda luar negeri, Gusti Bhre juga menekankan pentingnya menjadikan budaya sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama generasi muda. Ia menilai bahwa generasi sekarang lebih menyukai pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning) ketimbang pendekatan satu arah.

“Anak muda butuh pengalaman, bukan sekadar ceramah. Maka kami mengemas budaya dengan pendekatan interaktif, seperti lari budaya yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Lari hanya kemasannya, yang kami sampaikan adalah cerita dan napas budaya,” paparnya.

Ia juga mencatat pertumbuhan positif sektor pariwisata di Solo, termasuk lonjakan kunjungan wisatawan mancanegara ke destinasi budaya seperti Manggung Garan. “Yang berubah bukan bangunannya, tapi pengalamannya. Dan itulah yang kami tekankan—bagaimana pengalaman bisa memperkaya makna budaya,” katanya.

Industri kuliner dan kafe di Solo pun turut menjadi bagian dari narasi budaya yang inklusif. “Kuliner adalah bagian dari ekspresi budaya. Hari ini kafe-kafe di Solo berkembang pesat, menjadi jembatan antara tradisi dan gaya hidup modern,” ungkapnya.

Dalam konteks tata kelola, Gusti Bhre menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara komunitas dan pemerintah kota untuk mendukung ekosistem budaya yang berkelanjutan. “Solo bisa jadi contoh bagaimana sinergi antara masyarakat dan pemerintah bisa menghasilkan program budaya yang hidup dan berkelanjutan,” tegasnya.

Melalui pendekatan yang menyatukan pelestarian warisan dengan inovasi format acara, Gusti Bhre berharap budaya dapat menjadi motor penggerak ekonomi kreatif dan membentuk identitas kolektif yang kuat. “Budaya bukan hanya warisan, tapi juga investasi masa depan,” tutupnya. (q cox, tama dini)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *