SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengharapkan adanya mekanisme yang dapat digunakan secara cepat dalam menghadapi inflasi. Hal tersebut dikatakannya saat High Level Meeting (HLM) dan Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflansi Daerah (TPID) Dalam Rangka Jelang Akhir Tahun 2023 di Hotel Vasa Surabaya, Jumat (20/10).
Sebagai provinsi produsen utama komoditas pangan nasional, Emil mengatakan, Jawa Timur dihadapkan pada dilema tingkat inflasi yang disebabkan oleh komoditas pangan. Pasalnya, menurut data BPS Jatim, tingkat inflasi bulanan Jawa Timur adalah sebesar 0,32% (m-to-m) dengan komoditas beras menyumbang inflasi sebesar 0,29%.
“Jawa Timur ini adalah produsen beras, jadi kita swasembada dan ada surplusnya. Tapi kita tidak bisa melarang orang luar Jawa untuk makan beras kita, karena ini NKRI bukan batas negara. Kemudian kalau daerah lain kekurangan stok, maka mereka akan mengekspor kelangkaan itu ke Jawa Timur dengan mengambil barang dari Jawa Timur. Makanya sendi-sendi dari mulai produsen sampai ke pasar itu harus terkoneksi dan terpantau,” katanya.
Mantan Bupati Trenggalek itu mengatakan, kenaikan harga dapat didorong oleh berbagai hal. Entah itu kenaikan harga produksi maupun kelangkaan bahan. Maka, diskusi pada HLM ini harus melahirkan sistem yang dapat menyelesaikan hal tersebut.
“Saya minta tolong agar ada mekanisme untuk gerak cepat manakala kenaikan harga itu entah karena cost push atau memang terjadi kelangkaan supply. Jadi daerah yang harganya tinggi bisa mendapat manfaat dari daerah yang harganya lebih rendah kalau memang masih surplus,” lanjutnya.
Wagub Emil menjelaskan bahwa mekanisme ini penting untuk keberlangsungan petani dan peternak. Mengingat, kontribusi Jawa Timur terhadap beberapa pangan nasional sangat prominent. Antara lain padi 17,40%, jagung 31,26%, bawang merah 24,00%, gula 49,58%, telur ayam 23,56%, daging ayam 15,58%, dan daging sapi 22,25%.
“Tapi ini ada simalakamanya. Kalau harga naik karena memang sarana produksinya naik, lantas untuk stabilisasi harga langsung kita guyur pakai operasi pasar, yang kasihan petani dan peternak,” ujarnya.
Hal ini, bukan karena pemerintah tidak peduli konsumen. Melainkan upaya menjaga keseimbangan. Untuk itu, saat ini TPID Jawa Timur melakukan enam upaya konkret pengendalian inflasi yang sesuai arahan Menteri Dalam Negeri.
Yaitu dengan melaksanakan operasi pasar murah, sidak ke pasar dan distributor agar tidak menahan barang, gerakan menanam, kerjasama intra provinsi, merealisasikan belanja tidak terduga (BTT) guna menjaga inflasi, serta dukungan transportasi dari APBD.
Tak hanya itu, pada HLM ini ini juga dilaksanakan dua agenda penandatanganan kerjasama guna memperkuat ekosistem pengendalian inflasi pangan di Jawa Timur. Yakni penandatanganan kerjasama intra daerah Jawa Timur antara BUMN, BUMD provinsi, BUMD kabupaten/kota, dan pengelola pasar. Serta penandatanganan Komitmen Program Penguatan Korporasi Petani untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan off-farm mindet sekaligus mengendalikan inflasi.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Adhy Karyono selaku Ketua Harian TPID Jatim dalam kesempatan tersebut juga memaparkan strategi 4K dalam mengendalikan inflasi Jatim. Strategi tersebut ialah Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif.
Keterjangkauan harga lewat stabilisasi harga, mengelola permintaan, dan meningkatkan daya beli masyarakat melalui koperasi dan UMKM. Lalu Ketersediaan Pasokan dengan cara memperkuat produksi dan pengelolaan impor-ekspor pangan, penguatan cadangan pemerintah, dan penguatan kelembagaan.
“Sedangkan Kelancaran Distribusi dengan cara penguatan kerja sama antar daerah, dan meningkatkan infrastruktur perdagangan. Serta Komunikasi Efektif dengan cara memperbaiki kualitas data, koordinasi pusat dan daerah, dan mengendalikan ekspektasi inflasi,” imbuhnya. (q cok, tama dini)