Politik

Ini Catatan Akhir Tahun 2023 DPRD Surabaya soal Kinerja APBD untuk Infrastruktur Pembangunan

401
×

Ini Catatan Akhir Tahun 2023 DPRD Surabaya soal Kinerja APBD untuk Infrastruktur Pembangunan

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Komisi C DPRD Surabaya yang membidangi pembangunan, memiliki catatan penting untuk beberapa OPD di bawah koordinasinya, terkait capain kinerja APBD untuk infrastruktur pembangunan kota Surabaya.

Refleksi akhir tahun 2023 ini disampaikan Aning Rahmawati Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, yang mencatat bahwa serapan anggaran tahun 2023 secara keseluruhan 9,29 T atau 85,88 % dengan pendapatan tercapai target sebesar 9,4 atau 87,75%.

Secara lebih mikro, Aning mencatat jika dilihat dari kinerja serapan infrastruktur pembangunan rata-rata mencapai diatas 90% kecuali dinas pengendali banjir yaitu Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) yakni diangka 89,71%.

Ditinjau dari sisi input, output serta outcome, tahun 2023, kata Aning, secara kinerja dinilai cukup efisien, cukup efektif dan ekonomis. Berbeda dengan tahun 2018 yang sangat efektif, sangat efisien dan ekonomis (Tito Adityo dalam mengukur kinerja APBD Kota Surabaya).

“Hal ini bisa menjadi evaluasi terkait dengan kebijakan anggaran, dalam perencanaan, pengendalian, dan penilaian kinerja semua Perangkat Daerah (PD) terkait,” ucap Aning Rahmawati. Jumat (12/01/2024)

Politisi perempuan PKS ini juga mencatat, bahwa prioritas pembangunan infrastuktur tahun 2023 diantaranya, pertama adalah alokasi penataan kota yang berkualitas melalui penanganan masalah genangan dan pengendalian banjir.

Sehingga alokasi anggaran di tahun 2023 mencapai Rp 617 Miliar baik untuk pengendalian genangan pemukiman maupun perkotaan. 56 titik pengendalian banjir dibangun di tahun 2023. Berupa pembangunan box culvert untuk saluran, pembangunan rumah pompa, pengadaan pompa, maupun pembangunan plengsengan.

Karena itu, kata Aning, berkaitan dengan hal ini saya memberikan catatan terhadap Anggaran Tahun 2023 sebagai berikut,:

Pertama, ke depan perlu untuk segera menyelesaikan Raperda pengendalian banjir. Sehingga prioritas pembangunan infrastruktur banjir bisa betul-betul ditentukan berdasarkan kajian dan hitungan yang matang bertahap. Baik itu lokasinya, maupun anggarannya.

“Dan kemudian dapat diketahui total anggaran yang dibutuhkan sampai tidak ada lagi banjir. Hal ini penting karena prioritas wilayah yang di-Perda-kan harus dilaksanakan Dinas dan dianggarkan tidak lagi berdasarkan request sesaat,” jelasnya.

Kedua, perlu ada evaluasi dan penyelesaian titik genangan prioritas, berdasarkan tinggi genangan dan lama genangan, secara tuntas di wilayah Kota Surabaya yang menjadi langganan banjir.

“Jika memang karena adanya pemukiman warga, maka Pemkot harus memfasilitasi untuk pindah rumah, atau bila diperlukan inovasi teknologi dengan pembangunan box culvert dibawah jalan umum. Ketiga, inovasi penanggulangan banjir dengan teknolog,” tuturnya.

PR besar kedua terkait infrastruktur Kota Surabaya adalah penyelesaian pengelolaan sampah kota Surabaya. Jumlah sampah yang dihasilkan persil dan dikirm ke TPA Benowo kota Surabaya masih di kisaran 1600 sampai dengan 1800 Ton sampah per hari.

Menurutnya, belum ada pengurangan yang spesifik, juga belum ada teknologi yang tepat untuk mensolusikan sampah pemukiman, utamanya sampah organic. Karena itu berikaitan dengan persoalan sampah ini saya memberikan catatan.

Pertama, Pengelolaan sampah belum menjadi prioritas  walikota Surabaya, sehingga baik dari sisi SDM maupun anggaran masih belum menunjukkan keberpihakan pada upaya mengurangi sampah.

Anggaran terbesar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) masih dialokasikan untuk pengelolaan sampah di TPA, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA, dan hanya sebagian kecil untuk upaya pembinaan, pendampingan dan monitoring-evaluasi (monev) rutin pengelolaan sampah pemukiman.

Termasuk anggaran untuk update teknologi pengelolaan sampah masih sangat sangat minim atau tidak ada. Dengan kata lain pengelolaan sampah di Surabaya masih rutinitas. Belum ada inovasi sekaligus. Hal terpenting pembinaan, pendampingan secara terukur juga belum dilaksanakan.

Kedua, harusnya jika Pemkot memprioritaskan pengelolaan sampah maka pemberdayaan, pengentasan kemiskinan, pengangguran sekaligus juga proyek-proyek padat karya akan bisa tercapai.

“Prioritas disini dengan cara menambah SDM di DLH yang betul betul fokus pada monev, pembinaan, pendampingan pengurangan 800 Ton sampah di kampong-kampung zero waste. Disamping itu lomba-lomba dilakukan untuk memberikan motivasi, semangat dan penguatan,” katanya.

Ketiga, mengapa harus fokus dengan penambahan SDM? Karena semua instansi Perguruan Tinggi di Surabaaya termasuk juga NGO sudah dilibatkan namun belum maksimal karena tidak adanya SDM yang fokus pada pendampingan, pembinaan dan mengawal output kerjasamanya. Semuanya sekedar ada kerjasama dan dilakukan tanpa pengawalan dan monev yang ketat agar target tercapai.

Selain kedua hal di atas, salah satu pembangunan infrastruktur yang ke depan sangat ditunggu dan betul-betul membantu rakyat kecil adalah infrastruktur pembangunan transportasi kota Surabaya.

Dia juga mencatat, jika anggaran Transportasi Publik Surabaya di tahun 2023 hanya Rp 63 Miliar, atau setara dengan 0,58% dari APBD dan 12,6% dari anggaran Dinas Perhubungan.

Jika dibandingkan dengan Semarang, anggaran Transportasi publik mencapai 4,56% dari APBD dan 89% dari anggaran Dinas Perhubungan. Tahun 2023 anggaran transportasi publik mengalami refokusing sebesar Rp 18 Miliar.

Anggaran yang sangat kecil ini tentunya sangat disayangkan, karena masyarakat butuh transportasi publik untuk mobilitas, yang semakin lama semakin mahal karena BBM semakin naik, biaya hidup semakin tinggi, sehingga mutlak transportasi publik akan menjadi pilihan yang pasti ke depannya. Tentunya dengan harga yang sesuai dengan kondisi masyarakat Surabaya.

Dia menuuturkan, Solusi yang paling memungkinkan adalah Bus dengan konsep Buy the Service (BTS) segera dilaksanakan dengan APBD, bukan lagi dengan APBN. Karena banyak keuntungan dengan adanya Bus BTS APBD ini.

Diantaranya pertama, Pemkot tidak perlu sibuk dengan biaya maintenance, apalagi jika menggunakan Bus Listrik. Kedua, kebijakan transportasi terkait tarip, rute dan juga SPM ada di Pemkot, bukan lagi di Pemerintah Pusat, sehingga bisa satu tarip. Tidak seperti sekarang yang dua tarip. Ketiga, keuntungan bisa lebih besar, meski pelayanan publik adalah tujuan utamanya, dan keuntungan bukan tujuan utama.

“Disamping itu, Pendapatan BLUD Suroboyo Bus adalah satu-satunya retribusi di Dishub yang targetnya terpenuhi bahkan mencapai 117%,” akunya.

Aning juga mengatakan, Bappedalitbang atau BRIDA harus mengkaji betul roadmap atau milestone transportasi publik ini agar segera terpenuhi dan betul-betul menjawab kebutuhan masyarakat kota Surabaya, bukan sekedar citra Surabaya punya moda transportasi nyaman.

Terakhir yang tidak kalah penting adalah rumah yang layak dan pelayanan yang makin mendekat pada warga kota Surabaya dengan adanya program perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu), dan juga Balai RT- Balai RW sebagai ujung tombak pelayanan kota Surabaya.

Pada Tahun 2023 ada 3.200 Rutilahu yang dikerjakan perbaikannya oleh Pemerintah Kota dengan anggaran Rp 124 Miliar. Serta ada 1162 Balai RW yang sudah diintervensi oleh Pemkot, namun masih menyisakan 192 RW yang belum punya Balai RW. Sementara antrian Rutilahu masih 1.500 unit yang akan dikerjakan di tahun 2024. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *