SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Sejak dua minggu lalu, Pemkot Surabaya telah mengirimkan Draft Perda Perubahan Nama Jalan sebagai perubahan dari Perda 2 Tahun 1975. Namun dalam klausal penggantian nama jalan, ada kalimat krusial yang dihilangkan.
Hal ini disampaikan M mahmud anggota Komisi D DPRD Surabaya, bahwa kalimat yang dihilankan adalah “penggantian nama jalan harus mendapatkan persetujuan DPRD”. Maka jika draft Perda tersebut lolos, Pemkot Surabaya bisa mengganti nama jalan tanpa menunggu persetujuan para wakil rakyat.
“Khusus untuk nama jalan, dalam perubahannya yang dilakukan walikota tak harus mendapat persetujuan DPRD,” terangnya. Rabu (21/3/2018)
Oleh karenanya, politisi Partai Demokrat ini berpendapat bahwa kalimat persetujuan dari DPRD masih diperlukan karena perubahan nama jalan harus mempertimbangkan situasi dan kondisi politik yang berkembang.
“Jika Perda 2 Tahun 1975 yang memuat kalimat persetujuan diperlukan sesuai dengan suasana politik yang terjadi saat itu. Sedangkan, saat ini, apabila melakukan perubahan tak perlu mendapat persetujuan, karena aturan di atasnya, seperti Permendagri tidak ada. Tapi, untuk merubah perda memang harus dilakukan DPRD,” tegasnya
Menurut Machmud, meski telah menerima draft, DPRD belum membentuk panitia khusus (pansus) guna membahasnya. Apabila nantinya pansus DPRD menolak penggantian nama jalan, maka akan dikembalikan ke Walikota Surabaya. “Nanti Walikota yang memutuskan,” tuturnya
Machmud mendukung perubahan nama jalan asalkan dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Apalagi, dengan penggantian itu, nama jalan baru juga lebih bermakna.
Ia mencontohkan, jalan Gunung sari yang diubah menjadi jalan Siliwangi. Nama jalan baru itu adalah nama Kodam di Jawa Barat, jika letaknya berdekatan dengan Kodam Brawijaya, hal itu dinilai selaras. “Di situ kan ada Kodam (Brawijaya, jadi gak masalah,” pungkasnya.
Respon keras disampaikan Vinsensius Awey anggota Komisi C DPRD Surabaya asal Partai Nasdem, bahwa draft Perda Perubahan Nama Jalan sebagai perubahan dari Perda 2 Tahun 1975, yang disampaikan oleh Pemkot Surabaya merupakan sikap arogan.
“Ini tambah runyam. Tidak mau dikontrol oleh Dewan sebagai lembaga yang melakukan fungsi kontrol. Itu berarti juga tidak mau mendengarkan suara rakyat. Apa maunya Pemkot, mau dengan bebas bisa melakukan perubahan apapun terkait konsensus publik. Ini namanya arogan. Dewan harus melawan terhadap kebijakan yg tdk populis ini. Satu kata LAWAN,” tegasnya.
Untuk diketahui, penggantian nama jalan Dinoyo dan Gunung sari menjadi Pasundan dan Siliwanggi disampaikan Gubernur Jawa timur Soekarwo. Adapun tujuan penggantian tersebut adalah untuk rekonsiliasi provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Sekaligus mengakhiri 661 tahun perseleisihan etnis Sudan dan Jawa. (q cox)