SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mazlan Mansyur, mengatakan jika kegiatan kunjungan kerja anggotanya ke Yogjakarta tidak ada masalah, dan sebenarnya antara Anugrah Aryadi dengan Edi Rahmat juga tidak terjadi miskomunikasi.
“Saya lihat pimpinan dan anggota komisi B melaksanakan kunjungan ke jogja tidak ada masalah. Dan tidak ada komunikasi yang bemasalah antara Mas Anugrah dan Mas Edi,” ucapnya menanggapi pemberitaan yang beredar. Minggu (18/11/2018)
Sebagai pimpinan di Komisi B DPRD Surabaya, Mazlan meminta agar pemberitaannya tidak perlu menjadi bahasan yang berlebihan di BK, karena sebenarnya tidak ada masalah. Bahkan situasi dan kondisinya saat di Yojakarta baik-baik saja
“Untuk berita diatas tidak perlu berlebihan di bahas di BK. Intinya saat agenda teman-teman komisi ke Jogja semuanya happy dan berjalan dengan lancar. Tidak anggota yang mempermasalahkan ke saya ketika bertugas di Jogja. Dan setahu saya tidak doble anggaran, karena sudah koordinasikan dengan sekwan tentang hal itu,” tuturnya.
Untuk diketahui, sebelumnya beredar pemberitaan jika Anugrah Ariyadi Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya akan melaporkan Edi Rahmat Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya ke Badan Kehormatan (BK), besok pada Senin (19/11/2018), karena dianggap telah melanggar etika dan menyalahi tata tertib dewan.
“Saya akan membuat pengaduan atau laporan ke BK (Badan Kehormatan) DPRD Surabaya pada Senin (19/11/2018) besok,” kata politisi PDIP ini kepada wartawan di Surabaya. Minggu (18/11/2018).
Latar belakang pelaporan ini adalah surat pengajuan kunjungan kerja (kunker) ke pimpinan DPRD Surabaya pada Senin (12/11) yang telah ditandatangani Anugrah Ariyadi sebagai Wakil Ketua DPRD Surabaya, ternyata dianulir dan diganti surat pengajuan baru oleh Edi Rachmat tanpa sepengetahuan dan koordinasi sebelumnya dengan Anugrah.
Anugrah beralasan jika berdasarkan rapat internal Komisi B yang ada saat itu dihadiri dirinya, M Arsyad (PAN), Erwin Thatjuadi (PDIP), Baktiono (PDIP), Dini Rijanti (Demokrat) dan Binti Rochma (Golkar) serta Achmad Zakaria (PKS), telah sepakat kunker ke Dinas Koperasi dan Disperindag Yogyakarta pada Selasa (13/11/2018).
Namun, kata Anugrah, karena ketua Komisi B, Maslan Mansyur, Sekretaris Edi Rahmat dan anggota Rio Pattiselano saat itu masih ikut kunker Pansus Tatib DPRD ke Jakarta, sehingga Senin (12/11/2018) diadakan rapat internal terkait keberangkatan kunker ke Yogyakarta dan dibuatkan surat pengajuan ke pimpinan DPRD Surabaya.
“Surat pengajuan kunker tersebit tiba-tiba diganti pada Rabu (14/11/2018). Padahal hari Rabu tidak di Yogyakarta melainkan masih di Jakarta. Baru Kamis (15/11/2018) mereka bertiga menyusul ke Yogyakarta,” ujarnya.
Anugrah menilai jika hal ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran tatib DPRD Surabaya. “Apalagi Kunker ini kan dibiayai APBD Surabaya. Padahal aturan yang ada dalam tatib DPRD Surabaya itu tidak diperkenankan karena doubel anggaran kunjungan,” ujarnya.
Ia menilai kalau penggantian surat pengajuan yang telah diajukan pada Senin (12/11/2018) dan diganti Rabu (14/11/2018) oleh Sekretaris Komisi tanpa koordinasi terlebih dahulu, jelas menyalahi tatib DPRD Surabaya.
“Makanya Senin (19/11) kita akan laporkan ke BK DPRD Surabaya. Ya, biar BK juga ada kerjaan dan maksimal melaksanakan fungsinya,” kata Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan ini.
Selain itu, kata Anugrah, doubel anggaran kunjungan untuk setiap anggota dewan itu juga melanggar tatib yang ada.
“Doubel anggaran kunjungan kerja tidak diperkenankan. Masak anggota dewan dalam satu minggu melakukan dua kali kunjungan kerja dengan topik yang berbeda yakni pansus tatib dan kunker ke Yogyakarta,” katanya.
Lanjut Anugrah, setiap kunjungan kerja maupun pansus semua menjadi beban biaya APBD Surabaya. “Bagaimana bentuk pertanggungjawabanya nanti. Ini pelanggaran yang kita kritisi pada tiga anggota legislator DPRD Surabaya itu,” kata Anugrah.
Dikonfirmasi, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Edi Rahmat menjawab jika surat pengajuan kunker tersebut permintaan Ketua Komisi B. “Sekretaris komisi itu bukan pemutus tapi itu perintah ketua,” katanya.
Soal adanya surat pengajuan dari wakil Ketua Komisi lebih dulu, Edi mengatakan seharusnya itu dikoordinasikan dulu dengan ketua komisi B. Menurutnya semua surat keluar harus sepengetahuan ketua komisi.
“Kalau tau mana mungkin ketua komisi menyuruh saya buat surat lagi. yang penting itu koordinasi. DPRD itu kolektif klegial, tidak ada yang lebih tinggi. tapi etika pimpinan tertinggi yang memutuskan,” katanya.
Bahkan, lanjut dia, waktu itu juga sudah disampaikan di grup whatsapp (WA), tapi gak ada yang komentar dari Anugrah maupun anggota komisi B lainnya.
Meski demikian, politisi Hanura ini menganggap tindakan Anugrah Ariyadi sedikit berlebihan. Baginya, masalah yang ada itu seharusnya bisa diselesaikan secara internal komisi. (q cox)