SURABAYA (Suarapubliknews) – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bersama jajarannya melakukan sosialisasi menjelang diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sosialisasi kali ini berlangsung di Pasar Genteng, Kecamatan Genteng, Surabaya, Sabtu (25/4/2020).
Pada kesempatan itu, Wali Kota Risma memimpin langsung jalannya penertiban pedagang dan pembeli sesuai dengan protokol Covid-19.
Setiba di Pasar Genteng, Wali Kota Risma berkeliling masuk meminta kepada semua warga agar melaksanakan protokol bersama-sama. Mulai dari menjaga kebersihan, menggunakan masker hingga menjaga jarak atau phsycal distancing, baik sesama pedagang, maupun dengan pembeli.
Bahkan, beberapa kali Wali Kota Risma ikut menata barang-barang milik pedagang agar tidak berdempetan dengan penjual yang lain. “Ayo jangan nggerombol (bergerombol), tolong dijaga jaraknya. Pakai maskernya jangan lupa,” kata Wali Kota Risma disela menertibkan.
Wali kota perempuan pertama di Kota Surabaya ini meminta para pembeli dan penjual tidak kontak fisik secara langsung saat melakukan transaksi. Misalnya saat pembeli memilih barang, mereka diimbau untuk tetap berada di depan toko dan tidak ikut mengambil barang. “Jangan bergerombol. Pembeli di luar,” ungkap dia.
Di kesempatan yang sama, Kepala Bagian Administrasi Perekonomian dan Usaha Daerah Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro, menambahkan yang paling ditekankan oleh Wali Kota Risma adalah tidak kontak fisik, phsycal distancing dan jaga kebersihan, utamanya mencuci tangan.
Bahkan saat melakukan transaksi pembayarannya, pembeli diminta cukup meletakkan uang kemudian diambil oleh pedagang sembari menyemprotkan hand sanitizer ke uang tersebut.
“Perintah dari Bu Risma jangan sampai ada sentuhan langsung antara pedagang dengan pedagang dan pedagang dengan pembeli. Kalau pun harus membayar dengan uang, uangnya harus diletakkan baru kemudian diambil pembeli dengan disemprot hand sanitizer,” kata Hebi sapan lekatnya Agus Hebi.
Menurut dia, keadaan saat ini, masker tidak boleh lepas. Baik pedagang, penjual, pun kuli panggul. Semua harus mengenakan masker dimana pun dan kapan pun. Termasuk ketika proses komunikasi, pedagang dan pembeli tidak dapat mendengarkan dengan jelas karena tertutup oleh masker.
Oleh karena itu, Hebi menegaskan agar pembeli dapat menuliskan kebutuhannya di secarik kertas supaya mudah dipahami. “Karena ada yang tidak terdengar karena tertutup oleh masker. Jadi pedagang bisa menyiapkan kertas,” paparnya.
Tidak berhenti sampai di situ, sebelum masuk pasar, baik pedagang atau pembeli diukur suhu tubuh terlebih dahulu oleh petugas. Apabila ditemukan warga yang suhu tubuhnya di atas 38 derajat, maka tidak diperbolehkan masuk ke dalam pasar.
“Baik pedagang atau siapapun yang temperaturnya diatas 38 derajat tidak boleh masuk pasar,” pungkasnya (q cox)