SURABAYA (Suarapubliknews) – Sebagian besar pasien COVID-19 di Surabaya meninggal disertai dengan komorbid atau penyakit penyerta. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya mencatat, data kumulatif hingga 15 Juni 2020, jumlah pasien confirm COVID-19 meninggal dunia sebanyak 328 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 300 orang meninggal disertai dengan komorbid.
Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, data kumulatif hingga 15 Juni 2020, pasien confirm COVID-19 di Surabaya meninggal sebanyak 328 orang. Rinciannya, 300 orang dengan penyakit penyerta, dan 28 orang murni COVID-19.
“Penyakit penyerta yang tertinggi itu diabetes mellitus (DM), hipertensi, komplikasi DM dan hipertensi, serta penyakit jantung,” kata Feny saat ditemui di rumah dinas wali kota, Jalan Sedap Malam Surabaya, Selasa (16/06/2020).
Feny menjelaskan, untuk DM tanpa komplikasi itu terdapat 57 kasus. Sedangkan DM dengan komplikasi ada 62 kasus. Mereka rata-rata telah memasuki usia lanjut. Sedangkan persentase pasien confirm COVID-19 yang meninggal, yakni laki-laki 52,13 persen dan perempuan 55 – 64 persen.
“Jadi mereka harus berhati-hati, DM nya harus terkontrol, hipertensinya harus terkontrol. Kalau bisa mereka isolasi di rumah sendiri tidak keluar kalau tidak penting, apalagi yang usianya sudah lansia,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya ini.
Sementara itu, Dokter Spesialis Penyakit Dalam RSUD dr Soewandhie Surabaya, dr. Mulyadi, Sp.PD mengatakan, pasien COVID-19 di Surabaya sebagian besar meninggal disertai dengan komorbid atau penyakit dalam. Komorbid yang tertinggi didominasi penyakit T2DM (Type 2 diabetes mellitus), kemudian hipertensi dan jantung.
“Jadi orang COVID-19 banyak meninggalnya karena pneumonia ARDS (acute respiratory distress syndrome). Nah, peningkatan jumlah pneumonia itu berbarengan dengan jumlah komorbid diabetes,” kata dr. Mulyadi, Sp.PD.
Ia menyebut, data kumulatif hingga 9 Juni 2020 di RSUD dr Soewandhie Surabaya, persentase komorbid pada pasien COVID-19 yang dirawat, ada sekitar 23 persen disertai dengan T2DM. Kemudian, 17 persen dengan hipertensi dan 8 persen penyakit jantung.
“Jadi orang yang meninggal ataupun yang sakit dengan COVID-19 itu kebanyakan dengan komorbid. Selain diabetes, ada darah tinggi (hipertensi) dan penyakit jantung,” katanya.
Menurut dia, T2DM ini biasanya dominan menyerang kepada mereka yang sudah berumur 30 tahun ke atas atau lansia. Orang yang sebelumnya memiliki T2DM justru lebih rentan terkena COVID-19. Sebab, sebelum terkena COVID-19 imun tubuh orang tersebut sudah menurun.
“Setiap pasien yang meninggal dengan COVID-19 dengan pneumonia pasti dia juga ada diabetesnya. Banyak penyebab kematian adalah pneumonia, tapi kita lihat komorbidnya adalah paling banyak diabetes, jadi berbarengan,” katanya.
Apalagi, dr. Mulyadi, Sp.PD menyebut, daya tahan tubuh orang yang memiliki diabetes ini tidak sebagus dengan orang biasa. Untuk itu, di masa pandemi saat ini, ia menyarankan kepada orang memiliki riwayat tersebut agar minum obat secara teratur, tetap menggunakan masker, jaga jarak dan rajin mencuci tangan.
“Karena orang punya diabetes itu daya tahan tubuhnya tidak sebagus orang normal. Apalagi kalau sudah lansia itu lebih baik stay at home. Tidak keluar rumah kalau tidak perlu. Namun jika keluar tetap jaga jarak, menggunakan masker dan cuci tangan,” tuturnya.
Sementara itu, Dokter Spesialis Paru RSUD dr. Soewandhie Surabaya, dr. Susaniwati, Sp.P menambahkan, orang yang sebelumnya memiliki sakit paru seperti asma juga lebih rentan jika sampai terkena COVID-19.
“Selama ini pasien paru saya kebanyakan yang sudah tua itu saya berpesan agar tidak keluar jika tidak penting dan lebih menjaga diri,” kata dr dr. Susaniwati, Sp.P.
Menurut dia, untuk mencegah dan menghindari penularan COVID-19 hanya bisa dilakukan jika orang tersebut mau benar-benar disiplin. Yakni dengan rajin cuci tangan, pakai masker, jaga jarak (physical distancing), serta tidak menyentuh area wajah sebelum mencuci tangan.
“Untuk mencegahnya kita harus benar-benar disiplin. Bagi yang rentan atau punya penyakit, maka dia juga harus mengurangi paparan seperti tidak keluar rumah jika tidak penting,” pungkasnya. (q cox)