LAMONGAN (Suarapubliknews.net) – Kontroversi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sistem Zonasi yang ramai dibicarakan masyarakat di media sosial, mendapat perhatian dari Wakil Bupati Lamongan, Kartika Hidayati.
Sebagai produk baru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, PPDB Sistem Zonasi menurut Wabup Kartika perlu penyesuaian. Hal ini mengingat banyak para orang tua yang belum siap dengan sistem baru tersebut.
Artinya, sebagai bagian dari pemerintah, pihaknya akan tetap menjalankan kebijakan tersebut, disamping juga tetap menyampaikan keluhan-keluhan di bawah.
“Kita ini Pemerintah ya, Pemerintah itu satu, ya Lamongan, ya Jawa Timur, ya Indonesia. Makanya keputusan Pemerintah Pusat seperti apa, itu yang mencoba kita lakukan di bawah. Mencoba sedemikian rupa, jangan sampai terjadi gejolak. Bahwa kemudian nanti harus dievaluasi ulang untuk mencari format, itu memang harus dilakukan Pemerintah Pusat,” kata Wabup.
Menurut Ketua PC Muslimat NU tersebut, Pemerintah harus memiliki kebijakan yang balance terkait PPDB. Maksudnya, ketika pemerintah berniat melakukan pemerataan, dan menghapus istilah sekolah favorit, wajib diimbangi dengan kualitas sarpras dan SDM pengajar yang sama.
“Jadi harus ada pemerataan fasilitas, dan SDM Guru. Kalau SDM guru yang bagus justru ada di sekolah favorit, tentu akan menjadi kesenjangan yang sangat tinggi, dan akan menimbulkan gejolak,” jelasnya.
“Tapi kalau kemudian seiring dengan perjalanan waktu nanti, Pemerintah segera bersikap untuk memperbaiki sistem yang ada, misalnya plotting atau dropping guru-guru bagus di semua sekolah secara merata, kemudian fasilitas sekolah juga diratakan, berbenah diri dengan secepatnya, saya pikir tidak ada yang dirugikan,” imbuhnya.
Wabup Kartika pun berharap agar warga Lamongan khususnya, untuk bersabar dengan PPDB sistem zonasi. Dirinya yakin, Pemerintah akan segera bersikap atas keluhan masyarakat.
“Semuanya harus sabar. Kita semua harus yakin apa yang diputuskan pemerintah adalah yang terbaik untuk masyarakatnya. Tidak mungkin Pemerintah itu membuat masyarakatnya menjadi tertindas,” pungkasnya. (q cox, wid)