SURABAYA (Suarapubliknews) – Kota Surabaya menjadi tuan rumah kongres paliatif internasional bertajuk The 13th Asia Pasific Hospice and Palliative Care Conference (APHC) 2019. Kongres yang digelar pada 1 – 4 Agustus 2019 tersebut, bakal diikuti ahli-ahli paliatif dari 26 Negara.
Dipilihnya Kota Pahlawan menjadi tuan rumah setelah sebelumnya menang bidding melawan India di Vietnam. Selain itu, lantaran organisasi dan program layanan perawatan paliatif di Surabaya telah dikenal maju.
Ketua Komite Pelaksana APHC 2019, Dr. Dradjat R. Suardi, SpB.Onk mengatakan, Kongres Paliatif Internasional ini didukung penuh oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Bahkan, kongres ini rencananya akan dibuka langsung oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Grand City pada Jum’at (02/08/2019).
“APHC ke 13 merupakan kongres paliatif yang pertama kali diadakan di Indonesia, dan Surabaya dipilih karena penanganan paliatifnya dinilai sangat menonjol dibanding dengan daerah-daerah lain,” kata Dr. Dradjat saat menggelar Jumpa Pers di Kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Rabu, (01/08/2019).
Drajat menyampaikan kongres dua tahunan yang diselenggarakan bersama Masyarakat Paliatif Indonesia (MPI) dan Jaringan Perawatan Paliatif Asia Pasifik (APHN) itu bakal diisi dengan berbagai kegiatan. Seperti workshop paliatif, simposium, serta diskusi atau sharing bersama ahli-ahli paliatif dari mancanegara.
“Besok akan dimulai simposium, peserta yang kita harapkan lebih dari 800 orang, dari perkembangan terakhir terus bertambah. Sehingga kita harapkan besok lebih dari 1000 orang,” jelasnya.
Selain kegiatan kongres, pada hari Sabtu (03/08/19), peserta akan dijamu welcome dinner oleh Wali Kota Risma di Taman Surya Balai Kota. Melalui kongres ini pihaknya berharap, masalah dan tantangan yang terkait dengan pengembangan perawatan paliatif di Indonesia dapat diselesaikan melalui berbagi keahlian dan pengalaman oleh para ahli terkenal dari seluruh dunia.
“Tentunya kami bisa mengambil manfaat dari kongres ini, untuk kita bisa terapkan kepada pasien-pasien paliatif kita di sini dan dan pada akhirnya menghasilkan pembangunan layanan yang lebih baik dan professional,” paparnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita menyampaikan, kongres ini menjadi kebanggaan bagi warga Surabaya di tingkat Internasional. Surabaya dipilih sebagai tuan rumah karena dinilai berkembang dan maju dalam berbagai program layanan perawatan paliatif.
“Jadi Surabaya sebelumnya sudah terkenal di tingkat Internasional, dengan adanya kongres ini maka semakin menambah kepercayaan dunia internasional kepada Surabaya khususnya di bidang kesehatan,” kata Febria.
Febria menjelaskan Pemkot Surabaya melalui Dinkes terus berkomitmen dalam upaya melakukan perawatan paliatif kepada pasien. Pemkot memiliki berbagai program khusus perawatan paliatif, seperti HHC (Hospice Home Care) yakni melakukan perawatan langsung ke rumah-rumah pasien, pelayanan paliatif di 63 puskesmas, hingga pemberian susu dan makanan tambahan bagi pasien paliatif. Selain itu, pasien paliatif di Surabaya yang rumahnya yang masih kumuh dan belum sehat juga dilakukan rehab.
“Kita juga punya Taman Paliatif di Surabaya, setiap Sabtu dan Minggu rutin kegiatan untuk pasien-pasien paliatif serta beberapa rumah sakit pemerintah dan swasta di Surabaya juga sudah melakukan layanan paliatif,” terangnya.
Sementara itu, Pembina Pusat Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri RSU dr Soetomo Surabaya, Prof dr R Sunaryadi Tejawinata SpTHT-KL (KOnk) menambahkan, Perawatan Paliatif adalah salah satu perawatan kesehatan dnegan metode integrative. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarga.
“Jadi tujuannya bukan menyembuhkan tapi menghilangkan semua penderitaan fisik, psikologis, sosiologis, cultural, dan spiritual,” kata Sunaryadi.
Menurutnya, perawatan paliatif itu pada saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Dalam berbagai penyakit khususnya kanker, perawatan itu dimulai dari promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif.
“Di Indonesia ini kami sangat mengharapkan perawatan paliatif ini, karena itu perlu mengubah pola pikir masyarakat untuk menjalankannya,” pungkasnya. (q cox)