SIDOARJO (Suarapubliknews) – Belakangan Dispendukcapil Sidoarjo mengeluhkan praktik pembayaran langsung tarif parkir kepada masyarakat yang ingin mendapatkan layanan di lingkungan kerjanya, karena Pemkab telah menerapkan parkir berlangganan.
Keluhan ini disampaikan Kepala Bidang Pemanfaatan Data dan Inovasi Pelayanan Dispendukcapil Sidoarjo, Drs Oskar Basong Msi, karena instansinya sedang dalam penilaian program zona integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK).
“Jangan sampai Dispendukcapil Kabupaten Sidoarjo gagal dalam penilaian tim ZI dari Pusat, gara-gara juru parkir yang menjadi tanggung jawab pembinaan dan pengawasan Dishub Sidoarjo,” ucap Drs Oskar Basong Msi. Senin (10/6/2019) lalu.
Betapa tidak, meski sudah diterapkan parkir berlangganan, yang artinya masyarakat telah membayar biaya retribusi parkir sebesar Rp25 Ribu untuk motor dan Rp50 Ribu untuk mobil, namun saat warga memarkir kendaraannya di area parkir di jl raya Sultan Agung, tepatnya di depan Kantor Dispendukcapil Sidoarjo masih ada juru parkir yang menarik biaya sebesar Rp2 Ribu.
Oskar Basong menerangkan bahwa persoalan ini sebenarnya telah dimuat pemberitaan berkali-kali, namun tak sekalipun petugas Dishub Sidoarjo yang datang ke lokasi, untuk mengawasi dan menegur para juru parkir tersebut.
Dia beranggapan bahwa Dishub Sidoarjo melakukan tindakan pembiaran terhadap petugas Jukir di area Kantor Dispendukcapil Sidoarjo, yang sampai saat ini masih menarik biaya parkir kepada warga.
“Karena masalah Jukir ini bukan Tupoksi kita, sehingga kita juga tidak punya wewenang membina mereka, kita ini tidak dapat apa-apa dari parkir itu,” kritiknya terlihat serius.
Kekhawatiran Oskar Basong ini sepertinya sangat beralasan, karena menurut koordinator program ZI Kab Sidoarjo, M.Solichin, seharusnya ada koordinasi yang baik dan sinergis antar OPD. Yakni antara Dinas Perhubungan Sidoarjo dengan Dispendukcapil Sidoarjo.
“Penilaian program ZI menuju WBK Semua variabel penilaian saling berkaitan. Misalnya ada enam variabel yang dinilai, maka semuanya harus saling menguatkan, bahwa pelayanannya bebas dari pungutan liar dan korupsi,” tutur Solichin yang juga pejabat di Inspektorat Kab Sidoarjo ini.
Seandainya lima variabel bagus, lanjut Solichin, tapi ada satu variabel yang dianggap menjurus pada peluang pungli dan korupsi, maka OPD tersebut akan bisa gagal dalam mendapatkan pengakuan zona integritas wilayah bebas korupsi.
Sesuai pengalamannya, dikatakan Solichin, jika ada suatu lembaga Pemerintah pernah gagal mendapatkan status ZI WBK, gara-gara saat tim ZI berkunjung secara diam-diam di lokasi, kendaraannya ditarik biaya parkir oleh petugas parkir.
“Akhirnya petugas tidak jadi masuk ke dalam kantor itu, mereka langsung balik ke Jakarta. Bagi mereka fakta di lapangan itu dianggap sudah cukup, maka untuk melakukan program ZI, semua variabel harus bisa sinergi yakni sama-sama berupaya mencegah Pungli dan korupsi,” papar Solichin.
Diketahui, di lingkup Pemkab Sidoarjo pada tahun 2019 ini ada lima OPD yang diusulkan ke Kemenpan RB untuk melaksanakan program ZI WBK. Yakni Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Dispendukcapil, Kec Sidoarjo, Puskesmas Sidoarjo dan Dinas Perhubungan Sidoarjo.
Namun Dishub Sidoarjo batal dan mengundurkan diri karena merasa belum siap. Dan mengklaim akan siap pada tahun 2020 mendatang. Karena OPD ini sedang mempersiapkan program parkirnya yang baru. Dari program parkir berlangganan menjadi program elektronik parkir (e-parkir) tahun 2020 mendatang.
Dengan mundurnya Dishub Sidoarjo dalam mengikuti program ZI WBK itu, Tim ZI Kab Sidoarjo akhirnya menggatikan dan mengusulkan dari Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kab Sidoarjo.
“Untuk program ZI wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM) kita mengusulkan dari Kec Sukodono dan RSUD Sidoarjo. Karena dua OPD ini sudah mendapat predikat ZI WBK beberapa waktu lalu,” kata Solichin.
Oleh karenanya Solichin sangat berharap, sedikit demi sedikit pada tahun mendatang, akan semakin banyak OPD di Kab Sidoarjo yang akan siap untuk melaksanakan program ZI WBK tersebut. (q cox, NH)