SURABAYA (Suarapubliknews) – Komisi B DPRD Surabaya menyampaikan apresiasi terhadap langkah cepat Pemerintah Kota Surabaya yang berhasil mengidentifikasi es krim yang mengandung alkohol atau dicampur dengan minuman keras.
Namun, Komisi B juga menekankan soal pentingnya penindakan tegas serta pengawasan ketat terhadap peredaran produk pangan yang berpotensi membahayakan generasi muda.
Ia menilai, kasus semacam ini harus segera ditindaklanjuti dan diproses secara hukum karena telah masuk ranah pidana.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Es krim yang seharusnya dikonsumsi anak-anak, justru dimanfaatkan untuk memasukkan minuman keras. Ini sudah sangat meresahkan dan harus dilaporkan ke pihak yang berwajib,” ujar Baktiono kepada pers (8/04/2025).
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa peredaran makanan atau minuman yang mengandung zat berbahaya bukan hanya terbatas pada es krim, tetapi juga bisa terjadi pada produk lain seperti permen.
“Ada kekhawatiran permen-permen yang beredar juga mengandung zat berbahaya, termasuk narkoba. Ini bisa menjadi pintu masuk agar anak-anak kecanduan sejak dini dan pada akhirnya merusak jaringan otak mereka,” tegasnya.
Menurut Baktiono, upaya semacam ini bisa menjadi bagian dari skenario yang lebih luas untuk melemahkan generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap tenant-tenant yang menjual produk makanan, terutama di pusat perbelanjaan.
Hal senada juga dikatakan Muhammad Faridz Afif Ketua Komisi B DPRD Surabaya, yang menyebutkan bahwa pihaknya akan segera memanggil pihak tenant maupun pemilik usaha yang menjual es krim tersebut untuk dimintai klarifikasi.
“Kami akan memanggil pemilik tenant terkait untuk mengetahui seperti apa mekanisme penjualan mereka, siapa yang memberikan izin, dan apakah mereka mengetahui kandungan alkohol di produk yang dijual. Jika terbukti bersalah, kami akan merekomendasikan sanksi tegas, termasuk penutupan permanen,” kata Faridz.
Ia juga menyoroti kemungkinan kelalaian dari pihak pengelola pusat perbelanjaan. Faridz menilai bahwa pengelola tidak bisa lepas tangan begitu saja karena memiliki tanggung jawab terhadap seluruh aktivitas tenant di dalamnya.
“Kami ingin tahu siapa yang memberikan izin, apakah pengelola mal tahu atau justru menutup mata. Tidak bisa hanya berdalih tidak tahu karena tanggung jawab mereka juga besar dalam menjaga keamanan produk yang dijual,” tambahnya.
Komisi B juga menilai perlu adanya inspeksi rutin ke lapangan oleh instansi terkait, bahkan pada hari libur nasional, untuk melakukan sampling terhadap produk-produk yang beredar. Hal ini dinilai penting mengingat adanya persaingan global dan potensi penyusupan produk-produk yang sengaja dimasukkan untuk merusak generasi muda Indonesia.
“Nantinya setelah kita dengarkan penjelasan dari pihak terkait, baru kita bisa tahu sejauh mana pelanggarannya. Kalau terbukti, kami akan rekomendasikan penutupan permanen. Alkohol ya alkohol, tidak bisa dicampur atau disamarkan dalam produk yang ditujukan untuk umum, apalagi anak-anak,” pungkas Faridz.
Komisi B berharap kasus ini menjadi momentum untuk memperketat pengawasan dan regulasi terhadap produk-produk yang beredar di pasaran, demi melindungi anak-anak dan generasi muda dari ancaman zat berbahaya yang bisa merusak masa depan mereka. (q cox)