SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Keberhasilan Tri Rismaharini memimpin Kota Surabaya sehingga mampu mengangkat nama Kota Pahlawan ke tingkat nasional dan internasional merupakan bukti bahwa perempuan yang karirnya diawali dari PNS ini adalah salah satu putra-putri terbaik bangsa.
Demikian juga dengan karir politiknya sebagai kader PDIP, diakui maupun tidak, Risma-sapaan akrab Tri Rismaharini juga mampu menjadi salah satu ikon di partai berlambang banteng bermoncong putih ini, setelah Megawati dan Joko Widodo (Jokowi) Presiden RI.
Budi Harjono Dewan Penasehat DPD Pemuda Demokrat Indonesia Jatim mengatakan, sudah waktunya Risma direlakan untuk meniti karirnya yang lebih baik dan lebih tinggi, karena sosok kepemimpinannya memang layak dipuji sekaligus dibutuhkan bangsa.
“Jika memang partainya menghendaki Risma maju ke Pilgub DKI Jakarta, harusnya warga Kota Surabaya merasa bangga, bukan malah nggandoli (menahan-red), karena dia memang layak menjadi pemimpin di wilayah yang lebih besar, sifat dan sikapnya sinkron dan punya potensi menjadi pemimpin bangsa,” ucapnya kepada Suarapubliknews.net via ponselnya. Jumat (12/8/2016)
Lebih lanjut Budi mengatakan bahwa Risma saat ini bukan lagi hanya menjadi milik warga Kota Surabaya, tetapi sudah menjadi aset milik bangsa Indonesia. Jawa Timur merasa bangga memiliki seorang Walikota yang cerdas dan merakyat seperti Risma.
Tidak hanya itu, Budi juga menuding bahwa sikap penolakan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Kota Surabaya dan munculnya spanduk penolakan di beberapa sudut kota adalah upaya orang-orang sekitar Ahok. Bukan pribadi Ahok.
“Saya yakin sejuta persen bahwa gerakan “nggandoli” Risma maju ke Pilgub Jakarta itu merupakan aksi yang terstruktural. Dibelakangnya ada sekelompok pengusaha besar yang tidak menginginkan Risma memimpin Jakarta karena bisa mengancam kelanjutan usahanya,” terangnya.
Pria yang pernah menjadi pentolan GMNI Jatim ini menceritakan bahwa dirinya pernah didatangi oleh wakil sekelompok pengusaha asal Jakarta yang notabene adalah orang-orang sekitar Ahok dengan misi menggulingkan popularitas dan elektabilitas Risma saat Pilkada Surabaya 2015.
“Niatan mereka ini spontan saya cegah, karena dengan cara memberikan dukungan kepada lawannya (pasangan Rasiyo-Lucy-red) tidak akan mampu menahan pasangan Risma-Whisnu menjadi pucuk pimpinan di Kota Surabaya, berapapun dana yang disiapkan,” ceritanya.
Rupanya, lanjut Budi, misi ini masih dilanjutkan ketika melihat kemungkinan bahwa Risma bakal menjadi jargon DPP PDIP di Pilgub DKI Jakarta 2017. Alasannya jelas, di kepemimpinan Risma, mereka tidak bisa masuk ke Kota Surabaya.
“Risma dianggap satu-satunya sosok yang bisa mengimbangi popularitas dan elektabilitas Ahok di Jakarta, maka kalau sampai Risma berhasil memenangkan Pilkada disana, tentu menjadi ancaman sejumlah pengusaha ini,” jelasnya tanpa menyebut satu persatu, siapa sebenarnya para pengusaha itu. (q cox)