SURABAYA (Suarapubliknews) – Dalam siaran pers tertanggal 20 Oktober 2025, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak menyampaikan klarifikasi resmi terkait isu penyimpangan dalam penanganan perkara narkotika yang beredar di media sosial, khususnya di platform TikTok. Senin (20/11/2025)
Kejari Tanjung Perak menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan menyebut adanya indikasi kampanye negatif serta serangan balik (corruption fight back) terhadap institusi kejaksaan.
Diketahui bahwa Kejari Tanjung Perak menangani perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa Abd Sakur bin Mat Hari dalam perkara Nomor 1455/Pid.Sus/2025/PN Sby. Perkara tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Surabaya dan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Terdakwa dinyatakan bersalah karena “tanpa hak menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman dengan berat lebih dari 5 gram,” sesuai Pasal 114 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dalam perkara itu, Jaksa Penuntut Umum Dewi Kusumawati, S.H. menuntut hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Majelis Hakim kemudian menjatuhkan putusan pada 20 Agustus 2025 berupa pidana penjara 9 tahun dan denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Dari hasil pemeriksaan internal yang dilakukan oleh Seksi Intelijen Kejari Tanjung Perak, tidak ditemukan adanya penyimpangan dalam penanganan perkara tersebut.
“Tuntutan dan putusan sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Tidak ada bukti adanya komunikasi atau transaksi antara Jaksa Penuntut Umum dan pihak keluarga terdakwa sebagaimana dituduhkan,” ujar Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak, I Made Agus Mahendra Iswara, S.H., M.H.
Namun, pemeriksaan justru menemukan adanya indikasi penipuan oleh seorang oknum makelar kasus yang mengaku bisa membantu meringankan hukuman terdakwa dengan meminta uang sebesar Rp100 juta. Oknum tersebut ternyata tidak pernah berhubungan dengan Jaksa Penuntut Umum dan menggunakan uang itu untuk kepentingan pribadi.
“Ketika keluarga terdakwa menyadari bahwa tidak ada keringanan hukuman, oknum itu kemudian melakukan intimidasi dan membuat pesan palsu yang seolah-olah Jaksa meminta uang Rp500 juta. Ini murni upaya menjebak dan mencemarkan nama baik jaksa kami,” tambah I Made Agus Mahendra Iswara.
Selain itu, hasil penelusuran menunjukkan adanya lebih dari 20 akun TikTok yang aktif menyebarkan narasi negatif terhadap Kejari Tanjung Perak. Akun-akun tersebut diduga dibuat secara terorganisir dan beroperasi serentak.
“Akun-akun itu umumnya baru dibuat, tidak memiliki aktivitas lain, dan seluruh kontennya berisi serangan terhadap Kejaksaan Negeri Tanjung Perak,” ungkap I Made Agus.
Kejari Tanjung Perak menduga kuat bahwa serangan di media sosial tersebut merupakan bagian dari upaya sistematis corruption fight back — serangan balik dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh kerja kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
“Pola serangan seperti ini sudah sering dijelaskan oleh Bapak Jaksa Agung. Ini merupakan cara para pelaku korupsi melakukan perlawanan balik, dengan mengalihkan isu, menyebarkan narasi negatif, bahkan melakukan pembunuhan karakter terhadap aparat penegak hukum,” jelas I Made Agus.
Serangan ini juga dinilai mencurigakan karena muncul saat Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Tanjung Perak tengah menangani beberapa kasus mega korupsi yang merugikan negara dalam jumlah besar.
“Isu perkara narkotika yang sudah inkracht sengaja diangkat kembali untuk merusak kredibilitas institusi kami dan mengganggu penanganan kasus korupsi besar yang sedang berjalan,” tegasnya.
Kejari Tanjung Perak memastikan akan terus bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel dalam menegakkan hukum tanpa intervensi pihak mana pun.
“Kami tidak akan gentar menghadapi intimidasi ataupun serangan balik. Pemberantasan korupsi tetap menjadi prioritas kami,” pungkas I Made Agus Mahendra Iswara. (q cox)