SURABAYA (Suarapubliknews) – Sebagai upaya berkelanjutan terhadap perempuan dan anak, Komisi D DPRD Kota Surabaya sedang membahas revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perlindungan Anak. Bahkan, pansus untuk perubahan perda tersebut sudah terbentuk.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Khusnul Khotimah mengatakan bahwa Pansus revisi Perda 6/2011 tentang Perlindungan anak di bahas di Komisi D dengan komposisi ketua Pansus Tjujuk Supariono (F-PSI), Wakil ketua Ajeng Wirawati (F-P Gerindra) dan sekertaris Dyah Katarina (F-PDI Perjuangan).
“Produk hukum ini dibuat untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak yang di Surabaya yang mengikuti perkembangan zaman. Perda ini sebelumnya dibuat pada 2011 lalu. Tentu ada perubahan-perubahan yang harus disesuaikan antara isi perda dengan kondisi sekarang,” ujar Khusnul, saat dikonfirmasi, Kamis (5/1/2023).
Khusnul menyampaikan, perubahan perda ini sangat mendesak mengingat kasus kekerasan perempuan dan anak di Surabaya ada tren kenaikan. Pada 2020 lalu, terjadi 116 kasus. Kemudian pada 2021 ada 138 kasus, dan tahun ini hingga 18 Desember mencapai 178 kasus.
Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya ini menjelaskan, kasus kekerasan perempuan dan anak seperti fenomena gunung es. Sebenarnya kasusnya cukup banyak, tapi tidak terungkap dipermukaan.
“Bagi saya, yang menjadi titik beratnya bukan pada jumlah kasusnya. Tapi pada penanganannya. Semakin banyak yang terungkap, berarti kesadaran masyarakat untuk berani mengungkap masalah ini semakin baik. Sebab masih ada stigma salah di masyarakat, kalau kasus kekerasan di keluarga itu aib. Seharusnya tidak demikian,” paparnya.
Khusnul menegaskan bahwa kesadaran masyarakat yang semakun tinggi. Memunculkan keberanian masyarakat melapor adanya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, l maka harus ada jaminan hukum yang jelas. Oleh karena itu, dibutuhkan perda perlindungan anak dan perempuan yang kuat pula.
“Saya berharap pansus segera menggarap dan menuntaskan revisi Perda 6/2011 tentang Perlindungan Anak ini. Pansus harus menggandeng pihak-pihak terkait seperti orang tua, akademisi hingga lembaga sosial agar produk hukum yang dihasilkan semakin lengkap,” tutup Khusnul Khotimah. (q cox, Mar)