KAB KEDIRI (Suarapubliknews) –
Wayang Kulit dengan lakon Petruk dadi ratu mewarnai kegiatan peringatan Malam 1 Suro di Padepokan Sapto Darmo Jln Mastrip,Kampung Dalem Kelurahan Pare,Kecamatan Pare Kabupaten Kediri
Sebelum acara wayangan di laksanakan nampak terlihat terlebih dahulu di lakukan acara kegiatan keagamaan oleh ratusan penganut aliran kepercayaan ajaran luhur Sapto Darmo di padepokan atau sanggar Agung Candi Busana
Yosep Dwi Saputro (40),Pengasuh ajaran luhur Sapto Darmo mengatakan, wayang kulit dengan lakon Petruk Dadi ratu ini bukan pilihan kita, namun lakon ini hasil dari seperitual petunjuk dari allah kang moho agung
“Makna lakon ini sebagai pesan moral, mengingatkan tentang pentingnya kejujuran, kesederhanaan, dan kebijaksanaan bagi seorang memimpin terhadap rakyatnya,” Ucap Pria yang akrap disapa Mas Yosep ini ke reporter Suarapubliknews.Net. Jumat (27/6/2025)
Menurut Pengasuh Sapto Darmo itu,bahwa malam Satu Suro kususnya bagi orang Jawa merupakan bulan yang sakral, oleh karenanya kita sebagai orang jawa serta penganut ajaran luhur Sapto Darmo harus selalu ingat pesan-pesan dan moral oleh leluluhur kita
Malam Satu Suro juga sebagai momen introspeksi diri mendekatkan diri kepada Tuhan,menjaga keseimbangan antara diri, alam semesta.Karena masyarakat Jawa meyakini malam Satu Suro sebagai bulan sakral untuk melakukan laku prihatin, membersihkan diri dari hawa nafsu duniawi
“Semoga di malam Satu Suro ini bagai para penganut Ajaran Sapta Darma agar dapat menekankan pentingnya budi pekerti luhur, keselarasan hidup dengan alam, dan pengembangan diri menuju kesempurnaan, ” Jelasnya
Untuk di ketahui,Wayang Dengan Lakon “Petruk Dadi Ratu” oleh dalang KI Tantut Susanto asal Solo Jawa tengah terlihat kas budaya jawanya, baik kidung yang penuh dengan makna, serta berbagai musik jawa di antaranya Gamenalan rancak
Petruk dadi ratu berasal dari cerita Semar yang memberikan wejangan kepada Petruk agar memahami hakikat tugas sebagai Punakawan, yakni abdi yang mengiringi bendara atau pengiring tuan.
Dengan kembalinya kesadaran para kesatria Pandawa maka cukuplah sudah peran Petruk yang seakan sedang melakukan gugat atas perilaku semena-mena para bendara atau pepunden atau juragan.
“Jadi Makana dalam pandangan masyarakat “kontemporer” bahwa hakikat Petruk adalah rakyat yang berdaulat.Artinya rakyat bisa begitu superpower ketika penguasa sudah tidak bisa memberikan rasa keadilan dan kebenaran dalam kehidupan masayarakat.” Pungkasnya. (q cox, Iwan)