SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Sepertinya Pansus Perubahan Nama Jalan DPRD Surabaya memberi sinyal bakal merekomendasikan pergantian sebagian dua jalan, yakni Jalan Dinoyo menjadi Jalan Sunda dan Jalan Gunungsari berubah menjadi Jalan Prabu Siliwangi.
Menurut Agustin Poliana selaku Wakil Ketua Pansus Perubahan Nama Jalan, berdasarkan masukan sejarawan dan pakar dari beberapa perguruan tinggi, diantaranya Unair dan Unesa, sepanjang perubahan tersebut dalam bingkai NKRI tak ada masalah.
Bahkan sebaliknya, tutur Agustin Poliana, para akademisi justru menyesalkan adanya sejumlah jalan yang berbau nama asing, seperti yang ada di kawasan elit Surabaya Barat
“Kalau ada jalan-jalan yang nama- namanya bukan identitas Surabaya, kenapa warga tak protes,” ujarnya menirukan para pakar yang diundang dalam pertemuan dengan pansus DPRD beberapa waktu lalu.
Agustin menyampaikan, tak hanya nama jalan, beberapa patung yang justru merupakan identitas budaya asing juga menjadi sorotan kalangan sejarawan. Namun demikian menurutnya, dalam pembahasan perubahan nama jalan nantinya, pansus akan memanggil warga terdampak, Rabu (25/7/2018).
“Apabila masyarakat menyetujuinya, pemerintah akan memberikan pelayanan secepatnya,” paparnya
Politisi PDIP ini mengakui, dampak perubahan nama jalan, dokumen kependudukan dan lainnya akan berubah, seperti E-KTP, STNK, BPKB, Rekening Bank, dan Sertifikat tanah serta dokumen lainnya.
“Untuk mengatasi masalah administrasi itu, pemerintah kota akan menyiapkan Sekber adn Call center. Seluruh biaya akan ditanggung pemerintah Provinsi,” katanya
Ketua Komisi D DPRD Surabaya ini menyatakan, perubahan nama jalan tak seluruhnya. Di Jalan Dinoyo, hanya 300 meter dari nama jalan sebelumnya akan diganti Jalan Sunda. Sedangkan, di Gunung Sari, dari 3.200 meter panjang Jalan gunung sari, hanya 2.000 mter yang diganti menjadi Jalan Prabu Siliwangi.
“Di Dinoyo 30 KK yang terdampak, sementara di Gunungsari 300 KK,” katanya
Agustin memperkirakan, apabila ada persetujuan dari warga, awal Agustus pembahasan Raperda Perubahan Nama Jalan akan tuntas. Selanjutnya, berdasarkan rencana 17 Agustus saat HUT Kemerdekaan RI, perubahan nama jalan akan diresmikan.
Berbeda dengan Pansus, Vinsensius Awey anggota Komisi C DPRD Surabaya bersikukuh menolak perubahan dua jalan tersebut. Awey mengatakan, alasannya karena dua jalan tersebut mempunyai nilai sejarah yang panjang.
“Sejak Jaman (Penjajahan) Daendels jalan tersebut tak diubah,” tuturnya
Ia mengaku, tak mempermasalahkan alasan rekonsiliasi antara Jawa timur dan Jawa Barat. Seperti yang tercantum dalam sejarah dua daerah ini hubungannya kurang harmonis pasca perang bubat antara Kerajaan Majapahit dan Sunda. Awey mendukung upaya rekonsiliasi tersebut.
“Tapi kalau ada perubahan nama jalan yang sudha mempunyai sejarah sedikit atau panjang, sama saja merubah sejarah,” ujar Politisi Partai Nasdem.
Awey menyarankan, dari pada mengganti nama jalan yang bersejarah, lebih baik mengganti nama jalan lain yang tak mempunyai nilai historis seperti Jalan Darmo Boulevard yang ada di sekitar PTC, Kawasan Surabaya Barat.
“Di situ hampir nilai sejarahnya kecil dan banyak tanah kosong sehingga dampaknya tak besar,” katanya
Upaya lain yang bisa ditempuh, menurutnya, dua nama jalan yang diusulkan yaknni Jalan Sunda dan Prabu Siliwangi bisa dijadikan nama Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB) dan Lingkar Luar Timur (JLLT).
Awey menyampaikan, langkah lain yang bisa dilakukan untuk merealisasikan rekonsiliasi adalah dengan membangun monumen “The Battle of Bubat”. Monumen tersebut bisa dibangun di daerah Trowulan, Mojokerto, atau di Ibu kota Jawa Timur, yakni Surabaya. Kemudian dijadikan panggung budaya, sehingga menarik kunjungan waisatawan.
“Di panggung itu digelar tari-tarian atau budaya Jawa Timur dan Jawa Barat,” usulnya
Ia mengaku, sebenarnya banyak alternatif yang ditempuh guna mewujudkan rekonsiliasi du daeah Jawa Barat dan Jawa timur. Namun, untuk merubah nama jalan Dinoyo dan Gunungsari, ia tetap menolaknya. (q cox)