SURBAYA (Suarapubliknews) – Tanggal 18 Juni 2014, barangkali menjadi peristiwa bersejarah bagi Kota Surabaya. Karena di kalender itu, melalui deklarasi alih fungsi profesi dan alih profesi wisma yang berlangsung di Gedung Islamic Center Surabaya, eks lokalisasi Dolly dan Jarak resmi ditutup.
Meski saat itu penutupan berlangsung alot dan terjadi penolakan, namun langkah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini rupanya tak berhenti sampai di situ. Alhasil, penutupan eks lokalisasi ini pun mendapat dukungan 58 ormas islam di Jawa Timur yang tergabung dalam gerakan Umat Islam Bersatu beserta warga sekitar.
Berdasarkan data Pemkot Surabaya pada tahun 2014, jumlah PSK (Pekerja Seks Komersial) di Dolly-Jarak saat itu sebanyak 1449 orang, dengan mucikari sekitar 311 orang. Jumlah ini meningkat dari data akhir pemkot tahun 2013 sebanyak 1181 orang. Namun faktanya, sekitar 90 persen PSK yang bekerja di lokalisasi itu berasal dari luar Kota Surabaya dan luar Jawa Timur.
Sekian puluh tahun berdiri, sejarah mencatat, hanya Tri Rismaharini, wali kota yang berani tegas mengambil sikap menutup eks lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara saat itu. Selain masalah sosial, alasan lain Risma menutup eks lokalisasi Dolly-Jarak karena ingin menyelamatkan masa depan anak-anak.
Bahkan, saat berlangsungnya penutupan, Risma berada di garis depan karena tidak ingin terjadi konflik antar warga. “Saya tidak ingin ada konflik, makanya saya berada di depan, karena saya ingin menyelesaikannya secara damai bukan ada konflik begitu. Saya ngomongnya itu perlindungan anak, tidak ngomong akidah, tapi saya harus memikirkan masa depan anak-anak di situ,” kata Risma.
Seiring berjalannya waktu, eks lokalisasi Dolly-Jarak menjelma menjadi kawasan ekonomi dan kampung religi. Geliat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) beserta kegiatan keagamaan terus bermunculan di sana.
Cahyo Andrianto, Ketua Karang Taruna Kelurahan Putat Jaya Surabaya mengaku sangat susah mencari pekerjaan kala itu. Bahkan sebelum lokalisasi ini ditutup, ia dan kawan-kawannya seringkali mengalami penolakan saat melamar pekerjaan. Sebab, stigma buruk lokalisasi telah melekat erat kepada warga yang tinggal di sana.
“Sebelum ditutupnya lokalisasi, kami para pemuda yang ada di Jarak-Dolly itu sangat susah untuk mencari pekerjaan. Melamar pekerjaan dimanapun susah, ditolak,” kata Cahyo saat ditemui di kawasan Putat Jaya, Selasa (17/11/2020).
Namun, pasca eks lokalisasi Dolly-Jarak resmi ditutup, para pemuda di sana lebih mudah mendapat pekerjaan. Bahkan, ratusan warga sekitar eks lokalisasi ini diberdayakan menjadi karyawan di lingkungan Pemkot Surabaya. Dan, lambat laun stigma buruk terhadap warga yang tinggal di sekitar eks lokalisasi seakan sirna ditelan zaman.
“Ada sekitar ratusan mulai sampai sekarang yang sudah bekerja di Pemkot Surabaya. Alhamdulillah, itu yang dari sisi perekonomian para pemuda. Dulu sangat sulit sekali (cari kerja),” ungkap Cahyo.
Tak hanya masalah pekerjaan, warga RW 12 Kelurahan Putat Jaya Surabaya ini juga mengaku, saat itu sangat sulit ketika akan mengadakan kegiatan, baik yang bersifat sosial maupun keagamaan. Karena, jika ingin mengadakan kegiatan, maka ia harus menutup atau meliburkan sementara lokalisasi Dolly dan Jarak. Otomatis, ia juga harus menanggung semua biaya ganti rugi kepada masyarakat yang menggantungkan mata pencarian hidupnya pada lokalisasi itu.
“Ketika para pemuda yang akan mengadakan kegiatan di Jarak-Dolly itu juga sangat sulit. Kenapa? Karena ketika akan mengadakan kegiatan, maka Dolly dan Jarak harus ditutup. Setelah ditutupnya lokalisasi Dolly oleh Bu Risma, para pemuda sangat kreatif dan bebas mengadakan kegiatan di sini. Contohnya, pengajian, shalawatan, doa bersama dan lain-lainnya,” sebut dia.
Ungkapan yang sama juga diutarakan Kurnia Cahyanto. Anggota Karang Taruna Kelurahan Putat Jaya Surabaya ini mengaku tidak berani ketika dulu ingin mengadakan kegiatan di eks lokalisasi Dolly-Jarak.
“Pada waktu itu sebelum penutupan, tokoh-tokoh pemuda kita tidak berani, karena didominasi bahwa (pekerja, red) di Dolly ini bukan warga asli sini. Sebab, warga asli eks lokalisasi Dolly tidak menggantungkan pekerjaannya pada lokalisasi,” kata Kurnia.
Pasca ditutupnya eks lokalisasi Dolly-Jarak pada 2014 silam, kawasan ini menjelma menjadi sentra UKM serta kampung religi. Berbagai kegiatan keagamaan dan sosial pun terus bermunculan. Karena itu, Kurnia berharap, perjuangan Risma dalam membangun dan memberdayakan ekonomi warga di eks lokalisasi Dolly-Jarak ini dapat diteruskan.
“Ketika dolly ditutup, kita tambah senang. Saya harapkan kita meneruskan perjuangannya Bu Risma. Terima kasih kepada Bu Risma semoga pembangunan di eks lokalisasi Dolly ini diteruskan jangan sampai berhenti,” harap dia.
Joko Adi Santoso, remaja masjid di kawasan eks lokalisasi Dolly-Jarak merasa bersyukur dan senang dengan ditutupnya lokalisasi. Pasca ditutup, Joko mengaku tak lagi mengalami kesulitan ketika akan mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
“Alhamdulillah semenjak (lokalisasi, red) ditutup oleh Bu Risma, kita mengadakan pengajian-pengajian tidak ada yang dipersulit. Kita mengadakan acara Dolly bersholawat I dan II, alhamdulillah lancar semua,” terang dia. (q cox, And)
Foto: Eks ‘Wisma Barbara’