SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah (Pemkot) Kota Surabaya memastikan telah memberikan solusi terkait persoalan daftar warga penerima Jaminan Kesehatan Nasional, Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat.
Untuk itu, pemkot segera merampungkan pemutakhiran data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tersebut. Dari data itu nantinya bakal digunakan sebagai acuan intervensi bantuan seperti PBI.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Ery Cahyadi mengatakan, Pemkot Surabaya saat ini sedang melakukan pemutakhiran data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), agar penerima bantuan PBI itu benar-benar tepat sasaran.
Sehingga diharapkan warga yang mempunyai mobil atau tergolong mampu tidak masuk dalam data MBR.
“Dari APBN (pusat) ini juga sedang melakukan verifikasi, dia juga mengurangi jumlahnya. Tapi saya selalu sampaikan kalau orang itu terdaftar warga Surabaya dan ber-KTP Surabaya, nanti akan dicover menggunakan APBD pemkot,” kata Eri saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (16/10/2019).
Ia mengungkapkan, sebelumnya tercatat, data MBR di Surabaya 799.540 jiwa, terdiri dari 325.226 KK (Kartu Keluarga). Dari dasar data itu, pemkot memberikan beberapa intervensi bantuan kepada warga.
Namun, yang menjadi catatan di Surabaya, ternyata warga yang mendapat reward PBI juga masuk dalam data itu. Sehingga jumlah MBR di Surabaya terlihat banyak.
“Reward (PBI) ini diberikan kepada warga seperti takmir masjid, kader kesehatan, kader lingkungan hingga pekerja tambal ban. Namun warga yang mendapat reward ini ternyata juga masuk dalam data MBR sehingga membuat jumlahnya banyak,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya melakukan pemutakhiran data MBR mulai di tingkat kelurahan, kecamatan dan selanjutnya diapproval di Dinas Sosial (Dinsos). Sehingga nantinya warga yang mendapat reward itu tidak lagi masuk dalam daftar MBR. Selain itu, dari hasil pemutakhiran data tersebut diharapkan warga yang terdaftar MBR tepat sasaran.
“Dari jumlah 325.226 KK tersebut, yang sedang kita lakukan pemutakhiran data,” katanya.
Menurutnya, selama ini masyarakat melihat data warga MBR di Surabaya begitu banyak. Pasalnya, mereka melihat berdasarkan hitungan jiwa, bukan dari KK (Kartu Keluarga).
Seharusnya keluarga miskin itu tidak dilihat dari jiwa (orang), tapi KK. Jika pendapatan dalam satu KK dibuat pengeluaran dan sisanya tidak lebih dari Rp 400 ribu, maka warga tersebut bisa masuk dalam data MBR.
“Itu yang selama ini masyarakat menilainya, sehingga jumlah MBR di Surabaya terlihat banyak,” terangnya.
Namun demikian, ketika warga itu terdaftar dalam data MBR tapi ternyata mampu, mereka bisa membuat pernyataan agar dikeluarkan dari daftar data MBR tersebut.
Karena itu, Eri memastikan bahwa Pemkot Surabaya bakal membuat surat keputusan (SK) daftar data orang-orang yang masuk MBR. SK tersebut juga bisa diubah dengan cepat bila ditemukan orang yang benar-benar MBR. Sebab, data keluarga miskin itu terus bergerak dinamis.
“Setelah pemutakhiran data MBR selesai, rencananya Senin (21/10) akan ditandatangani. Nanti bisa dilihat (data MBR) terdiri dari berapa KK, dari KK itu juga dilihat berapa umur produktif, yang bekerja berapa,” pungkasnya. (q cox)