SURABAYA (Suarapubliknews) – Tingginya antusiasme masyarakat Surabaya dan sekitarnya terlihat dalam kegiatan Peduli Koin Rupiah yang diselenggarakan oleh Kantor Perwakilan BI (KPw BI) Provinsi Jawa Timur.
Kepala Perwakilan BI Jatim Difi A. Johansyah mengatakan selama tahun 2019, KPw BI Jatim mengedarkan Rp 39,077 Milyar uang logam kepada masyarakat, namun hanya 0,41%-nya atau Rp 164 juta yang kembali ke BI. Hal ini menunjukkan bahwa ada sekitar Rp 38 Milyar uang logam yang tidak berputar di masyarakat.
“Padahal, jika uang ini berputar, akan mampu mendorong perekonomian Jawa Timur. Kebutuhan terhadap uang logam sebetulnya cukup tinggi, mengingat dunia usaha, khususnya retail membutuhkan uang logam dalam melayani transaksi dengan masyaraka” katanya.
Bekerjasama dengan 20 perbankan di Jawa Timur, kegiatan Peduli Koin Rupiah diadakan sebagai wujud kepedulian BI terhadap peredaran uang logam yang cenderung idle atau diam mengendap di masyarakat.
Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Jatim sekaligus Ketua Pelaksana Peduli Koin Rupiah, Amanlison Sembiring mengatakan jumlah total uang logam yang ditukarkan pada hari ini adalah sebanyak Rp 436,861,800,-.
“Nilai penukaran terbesar adalah Rp 16.800.000,- dari SD Dr. Soetomo 5 Surabaya. Uang logam yang terkumpul pada hari ini akan dipilah oleh Bank Indonesia. Uang yang layak edar akan didistribusikan kembali ke masyarakat melalui perbankan,” jelasnya.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengapresiasi upaya Bank Indonesia (BI) Jatim yang menggagas kepedulian masyarakat terhadap uang koin. Hal itu disampaikan seiring dengan menurunnya kepedulian terhadap uang koin, juga untuk memberikan dampak ekonomi yang cukup tinggi di daerah.
“Saya hadir disini untuk mengapresiasi sekaligus untuk mengingatkan setiap satu rupiah uang baik koin maupun kertas yang kita punya harus bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Serta bisa memberi dampak besar kepada ekonomi di daerah,” katanya
Dibaratkan, uang koin seringkali banyak dilupakan karena fungsinya yang sangat kecil. Bahkan jika kehilangan uang koin baik bernilai Rp.100, 200 atau 500 terkadang dibiarkan. Padahal dalam agama, diajarkan untuk tidak boleh menyiayiakan rejeki yang didapat.
“Bahkan, satu nasi saja tidak boleh kalau tidak dihabiskan. Bayangkan kalau jumlah penduduk di Jatim 40 juta jiwa, di setiap minggunya menyisihkan koin Rp. 500 yang tidak terpakai. Jika ditotal mencapai Rp. 20 milliar dari Jatim dan bisa di kontribusikan bagi pembangunan,” terang Emil.
Menurut Emil, kegiatan Peduli Koin yang digagas BI Jatim memiliki pesan penting. Yaitu untuk menjadi sarana transaksi di tengah-tengah masyarakat. Maka, uang yang beredar harus kembali dengan jumlah yang sama.
Namun, jika uang yang sudah beredar tidak kembali, bisa dikatakan ekonomi dapat mandek atau terhambat. Karena uang yang berputar dan beredar akan terhenti karena transaksi akan berkurang. Istilahnya, dengan uang itu bererdar dan berputar maka secara tidak langsung ekonomi akan tumbuh.
“Ini yang saya apresiasi bahwa kegiatan ini memberikan kesadaran sekaligus mendidik kepada mayarakat untuk lebih peduli terhadap uang koin jika tidak dimanfaatkan bisa ditukarkan kepada uang kertas dengan nilai yang lebih tinggi untuk melakukan transaksi,” jelasnya. Apresiasi juga disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI, Indah Kurnia.
Keberadaan uang rupiah, baik berupa kertas maupun logam dinilai begitu penting dalam perekonomian di Jatim. Akan tetapi, saat ini kepedulian masyarakat terhadap uang logam relatif rendah. Padahal, sekecil apapun nilai uang logam masih merupakan alat pembayaran yang sah.
“Kami mengistilahkan uang logam ini kecil nilainya, besar manfaatnya. BI akan senantiasa mendorong dan memastikan ketersediaan dan kelayakan uang rupiah di tengah-tengah masyarakat,” tutup Difi. (q cox, Tama Dinie)