SURABAYA (Suarapubliknews) – Sejak awal pandemi Covid-19 masuk Kota Pahlawan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya selalu all out dan tak kenal lelah menangani Covid-19 dan menyelamatkan warga. Bahkan, pemkot memanfaatkan tradisi lokalnya yaitu gotong-royong dalam menangani Covid-19, sehingga dari awal hingga saat ini, Pemkot Surabaya bekerjasama dengan warga bersama-sama dan bahu membahu menangani pandemi global ini.
Pertanyaannya kemudian, salahkah jika penanganan Covid-19 ini dilakukan secara bergotong-royong? Bukannya penanganan pandemi ini memang harus melibatkan semua elemen masyarakat?
Pakar Komunikasi Unair Suko Widodo menanggapi hal tersebut. Ia memastikan peran serta warga dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini sangat penting, karena ini perang semesta yang tidak mungkin hanya dilakukan oleh tenaga dari Pemkot Surabaya saja. Apalagi, tradisi Surabaya itu tolong menolong dan gotong-royong dalam segala hal, sehingga apabila pemkot meminta bantuan kepada warga melalui “Surabaya Memanggil” dan “Surabaya Peduli” untuk selalu bergotong-royong dalam menangani Covid-19, itu hal yang biasa dan lumrah.
“Sebetulnya itu hal yang lumrah dan semacam itu memang harus dilakukan. Apalagi tradisi Surabaya itu tolong menolong dan gotong-royong, itu kan tradisi Surabaya, sehingga itu sah-sah saja (meminta bantuan kepada warga) sepanjang semua kegiatannya bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka ke publik,” tegas Suko Widodo, Jumat (23/7/2021).
Saat ini, lanjut dia, Indonesia dan termasuk Surabaya memasuki keadaan darurat Covid-19, sehingga ini adalah momentum untuk bersama-sama mengatasi Covid-19 di Surabaya. Bahkan, ia juga memastikan bahwa banyak elemen masyarakat yang berbondong-bondong membantu pemerintah dalam menangani Covid-19, termasuk IKA Unair, Gajah Mada dan komunitas serta elemen masyarakat lainnya yang meminta bantuan dana dari masyarakat, lalu disalurkan untuk membantu penanganan Covid-19. “Kalau banyak pihak yang membantu, ini akan semakin mempercepat keadaan ini. Justru menurut saya, inilah Pancasila yang sebenarnya,” ujarnya.
Di samping itu, ia juga memastikan bahwa bantuan yang diterima oleh Pemkot Surabaya itu tidak mungkin atas paksaan, sehingga bagi siapa saja yang mau membantu dipersilahkan. Apalagi, sering kali banyak warga yang bingung dalam menyalurkan bantuan penanganan Covid-19. Makanya, dalam hal ini pemkot mewadahi penyaluran bantuan tersebut.
“Jadi, saya kira tidak masalah, karena sekali lagi tradisi Surabaya itu tetanggan, kekancan, dan seduluran. Itu prinsip warga Surabaya. Nah, ketika didorong sedikit saja semangat sosialnya untuk menolong diantara mereka, saya kira ini sangat bagus dan bahkan harus diimbau bagi warga yang mempunyai rejeki lebih, silahkan membantu,” ujarnya.
Yang paling penting, harus dicatat dari mana asal dana atau bantuannya, kemudian diperuntukkan untuk apa dan siapa, lalu transparan dan pada saatnya nanti harus dipertanggungjawabkan kepada publik. “Kuncinya itu, pengelolaannya transparan. Lha orang mau bantu masak gak boleh, kan lucu!. Jadi, persoalannya ini tergantung bagaimana kita memaknai bantuan ini,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Surabaya yang juga mantan jurnalis Adi Sutarwijono mengatakan, pada dasarnya penanganan Covid-19 di Kota Surabaya selain mengandalkan kemampuan keuangan pemerintah, juga menggerakkan partisipasi publik. Bahkan, rakyat itu diminta atau tidak, pasti akan mengeluarkan pembiayaan, entah untuk menjaga kampungnya, melakukan tracing dan juga untuk berbagi makanan dan sebagainya.
“Itu yang saya tahu sejak setahun terakhir ini, sehingga kalau pemerintah kota sekarang menghimpun seluruh sumber daya di masyarakat, itu ya wajar-wajar saja, karena memang sejak awal penanganan Covid-19 itu selain bertumpu pada penanganan pemerintah, juga harus disangga secara gotong-royong dari masyarakat, terutama bagi mereka yang bersedia menyumbangkan sebagian harta yang dimilikinya,” kata dia.
Awi –sapaan Adi Sutarwijono mencontohkan bagaimana sejak awal pandemi Covid-19, banyak perusahaan yang membantu Pemkot Surabaya melalui CSR-nya. Nah, partisipasi publik ini harus dimaknai sebagai pembangkit semangat gotong-royong dan spirit gotong-royong yang memang sejak awal dilakukan di Surabaya. Bahkan, meskipun bukan di masa pandemi, pembangunan di Kota Surabaya selalu bertumpu pada partisipasi publik dan bertumpu pada partisipasi masyarakat. “Jadi, berdasarkan peraturan yang ada, itu sah-sah saja dan legal,” imbuhnya.
Ia juga memastikan, Pemkot Surabaya mempunyai cara tersendiri untuk menggerakkan partisipasi publik itu. Bahkan, sejak Maret 2020, pemkot menggerakkan partisipasi publik di Surabaya sangat luar biasa, mulai dari membagikan masker, hingga menggerakkan Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo, sehingga bersama-sama mencegah Covid-19 di Surabaya.
“Selain itu, menurut saya penanganan Covid-19 ini tidak bisa hanya bertumpu pada kemampuan pemerintah. Tapi memang harus menggerakkan kekuatan masyarakat, karena personel pemerintah itu juga terbatas, sehingga harus membangkitkan masyarakat dari sisi tenaga partisipan yang bersedia bekerja untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ini. Jadi, kita harus bekerjasama dan bergotong-royong,” pungkasnya. (q cox)