SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menargetkan seluruh wilayah Kota Pahlawan bebas dari limbah popok dan pembalut sekali pakai. Limbah jenis ini selain membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, juga berpotensi mencemari sungai dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Untuk mewujudkan target tersebut, pemkot melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, bekerja sama dengan Bumbi meluncurkan program percontohan di kawasan Pulo Tegalsari VI, Kelurahan Wonokromo, Kecamatan Wonokromo.
Program ini menyasar warga, khususnya ibu rumah tangga, melalui edukasi tentang pentingnya menjaga sungai dan lingkungan. Salah satunya dengan tidak membuang popok ke sungai serta beralih menggunakan popok ramah lingkungan yang bisa dicuci dan dipakai ulang.
Kepala Bidang (Kabid) Kebersihan dan Pemberdayaan Masyarakat DLH Surabaya, M. Rokhim, menyampaikan bahwa program ini merupakan implementasi dari “Surabaya Bebas Sampah Popok dan Pembalut Sekali Pakai” yang diajukan dalam Bloomberg Philanthropies Mayors Challenge.
“Jadi ini salah satu implementasi dari program Surabaya bebas sampah popok dan pembalut sekali pakai, yang kita aplikasikan dari program yang kita ikutkan Bloomberg Mayor Challenge,” kata Rokhim usai acara.
Menurutnya, Kecamatan Wonokromo dipilih sebagai lokasi percontohan karena masih ditemukan praktik pembuangan popok bayi ke sungai. Melalui edukasi ini, pihaknya berharap dapat meminimalisir praktik tersebut. “Dan ini salah satunya, (kami) mencoba (edukasi) popok yang bisa dipakai ulang,” jelasnya.
Rokhim juga menjelaskan, limbah popok sekali pakai sangat berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Selain mencemari sungai, tumpukan sampah juga berpotensi menyumbat saluran dan menyebabkan banjir. “Di sisi lain kalau dibuang di Kalimas, ini kan menjadi salah satu sumber utama air PDAM kita,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya berharap program ini dapat menjadi solusi berkelanjutan sekaligus mengurangi volume sampah popok yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Semoga dengan adanya salah satu alternatif ini, bisa mengurangi sampah ke saluran dan mengurangi sampah yang kita buang ke TPA. Jadi bisa menjadi salah satu alternatif, solusi, yang bisa diimplementasikan di Kota Surabaya,” imbuhnya.
Sementara itu, Founder dan CEO Bumbi, Celia Siura, menegaskan bahwa Kecamatan Wonokromo dipilih menjadi lokasi pilot project untuk Bloomberg Philanthropies Mayors Challenge.
“Yang dimana jika Wonokromo ini berhasil, akan direplikasi di seluruh Kecamatan Kota Surabaya. Yuk, sama-sama Surabaya bebas sampah popok dan pembalut,” ujar Celia.
Ia juga menjelaskan bahaya popok sekali pakai tidak hanya karena butuh 500 tahun untuk terurai, tetapi juga mengancam ekosistem sungai. “Sungai itu kan juga sumber air buat kita yang dipakai PDAM,” tegasnya.
Selain berbahaya bagi kesehatan, penggunaan popok sekali pakai juga menambah beban ekonomi keluarga. Karena itu, Bumbi mendorong masyarakat beralih ke produk ramah lingkungan, termasuk popok dan pembalut yang bisa dipakai ulang.
“Ketika beralih ke popok bumbi atau popok pakai ulang, masyarakat itu tidak perlu membeli lagi popok sekali pakai. Satu penghematan, kedua mudah dicuci, ketiga bahannya dari katun itu bagus untuk kulit bayi, mengurangi ruam, infeksi kencing,” jelasnya.
Sebagai informasi, Kota Surabaya masuk dalam 50 finalis Bloomberg Philanthropies Mayors Challenge 2025. Di Asia Tenggara, hanya ada empat kota yang terpilih, yakni Pasig, Naga, dan Cauayan dari Filipina, serta Surabaya dari Indonesia.
Dalam kompetisi ini, Surabaya akan memperoleh pendanaan dan dukungan untuk memperkuat pengelolaan air bersih, limbah, sanitasi, pengembangan ekonomi, dan tenaga kerja. Salah satu fokusnya adalah mengatasi permasalahan limbah plastik berbahaya, khususnya popok sekali pakai yang mencemari sungai sekaligus membebani TPA. (q cox)