JAKARTA (Suarapubliknews) – The Body Shop® Indonesia bersama Magdalene, Yayasan Pulih, Yayasan Plan International Indonesia dan Makassar International Writers Festival mendorong kampanye The Body Shop® Indonesia: Semua Peduli, Semua Terlindungi Sahkan RUU PKS #TBSFightForSisterhood.
Ratu Ommaya – Head of Values, Community & Public Relations The Body Shop® Indonesia mengatakan The Body Shop® Indonesia terus mengajak seluruh masyarakat untuk melawan kekerasan seksual melalui tanda tangan petisi di microsite www.tbsfightforsistehood.co.id yang menjadi salah satu wadah ruang aman dari kekerasan seksual.
Microsite ini menjadi tempat berbagi cerita dan kekuatan para penyintas. Masyarakat juga bisa ikut mendesak pengesahan RUU PKS dengan mengisi petisi pada microsite. Suara masyarakat sangat berharga demi masa depan Indonesia tanpa kekerasan seksual.
“Bagi Kami, tidak ada kata berhenti dalam mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual. Tidak ada kata berhenti untuk menindak dan memidanakan pelaku. Tidak ada kata berhenti sampai RUU PKS yang utuh disahkan! Kami ucapkan ribuan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah berpartisipasi selama kampanye ini. Membakar semangat kami untuk terus memperjuangkan isu kekerasan seksual,” katanya.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kekerasan seksual tahun 2020 pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi yakni sekitar 7.191 kasus dengan jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan mencapai 11.637 kasus.
Melihat perjalanan RUU PKS masih lambat sedangkan kasus kekerasan seksual terutama di masa pandemi semakin meningkat. The Body Shop® Indonesia kembali mengajak para partner untuk melanjutkan kembali perjuangan melalui Kampanye No! Go! Tell! dengan fokus utama yaitu Prevention and Recovery (Pencegahan dan Pemulihan). No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!) adalah sebuah mekanisme untuk mencegah kekerasan seksual dan menemukan ruang aman.
Kampanye No! Go! Tell! dijalankan untuk mengisi kebutuhan edukasi karena selama belum ada hukum yang cukup kuat kita perlu memberdayakan diri dan orang lain saat berada dalam situasi rawan kekerasan seksual. Salah satu gerakan yang dilakukan dengan meluncurkan buku dongeng. Buku dongeng dengan judul “Saat Tiara dalam Bahaya” mendukung edukasi pencegahan kekerasan seksual bagi anak.
Editor in Chief Magdalene.co Devi Asmarani mengatakan RUU PKS dirancang agar memiliki perspektif korban, sehingga tidak hanya memberikan keadilan dalam kasus kekerasan seksual, tetapi juga menjamin perlindungan dan pemulihan bagi penyintas kekerasan seksual.
“UU yang ada saat ini, yang dianggap bisa dipakai untuk menangani kasus KBGO dan kasus dengan korban penyandang disabilitas seperti UU ITE dan UU tentang Penyandang Disabilitas, belum cukup untuk secara spesifik melindungi mereka dari tindak kekerasan seksual. Oleh karena itu, mari teruskan perjuangan melawan segala bentuk kekerasan seksual sampai RUU PKS disahkan!,” katanya.
Public Relations Yayasan Pulih Wawan Suwandi mengatakan selama perjalanan mengawal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dinamika, tarik ulurnya luar biasa, tetapi perdebatannya baik di dalam maupun di luar parlemen seperti berputar di isu yang sama, yakni membangun dikotomi Timur dan Barat, pro zinah, mendorong aborsi, bertentangan dengan agama, dan narasi-narasi lainnya yang diciptakan oleh para penolak.
Padahal kekhawatiran yang mereka sampaikan tidak ada di dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Hal yang sangat mengecewakan ialah, pada 30 Agustus 2021, Baleg mengeluarkan revisi draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, mengganti judul RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, disertai dengan memangkas 9 jenis kekerasan seksual menjadi 5, memperhalus kata perkosaan menjadi pemaksaan hubungan seksual, menghapus 85 pasal termasuk pasal yang mengatur hak-hak korban, menghapus kekerasan seksual yang menimpa kelompok disabilitas dan kekerasan berbasis gender online (KBGO).
“Perlu kita sadari bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual seharusnya komprehensif yang di dalamnya mengatur perlindungan dan pemulihan korban. Jika RUU ini hanya berfokus pada pidana saja maka apa bedanya dengan KUHP yang sekarang? Menyikapi perubahan draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, kita meminta agar DPR membuka ruang diskusi yang melibatkan masyarakat, mendengarkan pengalaman orang-orang yang menjadi pendampingan korban dan juga para penyintas agar lebih memahami situasi khas kekerasan seksual!,” katanya.
The Body Shop® Indonesia dan partner, menyadari selama ini perjuangan mengawal RUU PKS tidak terlepas dari peran masyarakat juga rekan-rekan media dalam berpartisipasi dan mempublikasikan setiap kegiatan yang kami lakukan dari awal hingga akhir. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya karena telah bersama-sama mengawal dan menyuarakan pengesahan RUU PKS. Membawa harapan-harapan baru dan seruan akan payung hukum dari tindak kekerasan seksual. Mari rapatkan barisan, teruskan perjuangan, jangan berhenti sampai di sini. Panjang umur perjuangan! (q cox, tama dinie)