SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Belum adanya penetapan tersangka dugaan kasus korupsi pengadaan kapal di PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) senilai Rp 100 miliar. Membuat penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim jemput bola dalam pemeriksaan saksi-saksi kasus ini.
Tak tanggung-tanggung, penyidik Pidsus Kejaksaan melakukan pemeriksaan sejumlah saksi di Jakarta. Hal itu dibenarkan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim, Richard Marpaung. Richard mengatakan, tim penyidik Pidsus melakukan pemeriksaan saksi-saksi kasus ini di Jakarta.
“Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi direksi-direksi PT Dok yang ada di Jakarta,” kata Richard Marpaung, Selasa (6/11/2018).
Richard menjelaskan, pemeriksaan saksi-saksi dalam penyidikan kasus ini terus dilakukan dan diperdalam. Meski belum semua saksi diperiksa, namun Richard menegaskan bahwa penyidikan dugaan korupsi di PT Dok ini sudah 70% siap.
“Pemeriksaan saksi-saksi masih belum keseluruhan. Tapi penyidikan dugaan kasus korupsi ini bisa dikatakan sudah 70 persen, dan terus lanjut sampai penetapan tersangkanya,” tegas Richard.
Disinggung terkait penetapan tersangka yang sebelumnya digadang-gadang Kepala Kejati (Kajati) Jatim akan ditetapkan pada pekan ini, Richard enggan berspekulasi. Pihaknya mengaku penyidik masih perlu melakukan pemeriksaan para saksi-saksi terkait. Termasuk juga dalam hal penambahan alat bukti kasus ini.
“Harapan kami (Kejaksaan) secepatnya akan ditetapkan siapa tersangkanya. Tapi tentunya ada pertimbangan dan alat bukti pendukung yang cukup,” pungkasnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Kajati Jatim, Sunarta mengaku jika saat ini penyidik masih mengumpulkan alat bukti guna penetapan tersangka kasus ini. Meski belum mengungkapkan siapa calon tersangka dalam kasus ini, Sunarta menegaskan, saat ini penyidik fokus pada target penetapan tersangka dan pencarian alat bukti.
“Mudah-mudahan seminggu lagi bisa penetapan tersangka. Mohon doanya,” kata Kajati Jatim beberapa waktu lalu.
Penyelidikan kasus PT Dok ini dimulai ketika muncul laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan, ditemukan dugaan kerugian negara sebesar Rp 60 miliar dari nilai proyek pengadaan kapal floating crane tahun 2016, sebesar Rp 100 miliar.
Pengadaan kapal ini sudah melalui proses lelang. Kapal sudah dibayar sebesar Rp 60 miliar dari harga Rp 100 miliar. Dalam lelang disebutkan, pengadaan kapal dalam bentuk kapal bekas, didatangkan dari negara di Eropa. Namun, saat dibawa ke Indonesia kapal tersebut tenggelam ditengah jalan. Dari sini kemudian muncul dugaan bahwa, ada spesifikasi yang salah dalam pengadaan kapal tersebut.
Setelah mendapati sejumlah alat bukti, sekitar bulan Oktober 2018 Kejati Jatim menaikkan status penanganan kasus ini dari penyelidikan ke level penyidikan. Sayangnya naiknya penyidikan kasus ini belum dibarengi dengan penetepan tersangkanya. Terkait hal itu, Kejaksaan beralasan bahwa kasus ini masih sebatas penyidikan umum atau belum ada penetapan tersangkanya. (q cox)