SURABAYA (Suarapubliknews) – Pengurusan izin penangkaran CV Bintang Terang milik terpidana Kristin alias Lau Djin Ai yang saat ini mendapatkan ganjaran 1 tahun penjara dan denda Rp 50 Juta subsider 3 bulan kurungan oleh PN Jember, sepertinya masih terus terganjal secara administrasi.
Keterangan ini disampaikan Pendeta Rahmat selaku penerima mandat dari Ibu Kristin untuk pengurusan ijin CV Bintang Terang, yang mengaku jika proses perijinannya dipersulit dengan berbagai cara.
“Semua permintaan kelengkapannnya sudah berusaha saya lengkapi, tapi kenapa masih saja belum dikabulkan. Kesan saya, banyak alasan yang sangat tidak masuk akal dengan tujuan mementahkan permohonan kami. Padahal ini kan permohonan ijin baru karena telah mati tapi obyeknya lama,” ucap Pendeta kepada media ini. Jumat (23/08/2019)
Hal senada juga disampaikan Singky Soewadji pemerhati satwa liar asal Surabaya, yang mengatakan bahwa upaya perampasan satwa liar milik Ibu Kristin semakin terlihat dari proses hukum hingga muncul keputusan soal pelepasliaran.
“Kalau sampai satwa burung itu dilepasliarkan, akan berhadapan dengan saya. Siapapun itu. Karena satwa hasil penangkaran itu tidak akan mungkin bisa dilepasliarkan. Kalaupun ada upaya ke arah itu, biayanya sangat mahal dan jangka waktunya juga lama,” tandas Singky via ponselnya yang mengaku sedang berada di Bandara Changi Singapura.
“Artinya tidak segampang itu. Apalagi kabarnya sudah ada yang di eksekusi. Satwa itu statusnya milik negara, bahkan Jaksa juga tidak memiliki kewenangan untuk eksekusi pelepasliaran,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, Singky Soewadji juga mengirim surat terbuka kepada redaksi media ini, dengan tembusan Dirjen KSDAE dan Direktur KKH, yang isinya adalah sbebagai berikut,:
Kababes Jatim yang saya hormati !
Hati-hati dalam kasus CV Bintang Terang, karena tidak ada seekorpun burung disana yang bisa dilepas liarkan, kecuali punya modus proyek pelepas liaran.
Dan perlu diketahui, amaar putusan dan fakta persidangan hanya terbukti ijin mati dan dipidana karena kesaksian Niken dari KKH bahwa ijin mati adalah pidana.
Tidak terbukti dan tidak ada dalam ammar putusan tentang perdagangan ilegal.
Yang justru saya herankan, kenapa hingga hari ini proses ijin CV. Bintang Terang seakan sengaja dihambat, dan sekarang burung akan dievakuasi ?
Lebih 40 tahun saya berkecimpung dalam dunia konservasi dan banyak kenal dengan pejabat kehutanan, permainan seperti ini sudah lazim saya setahui.
Kalau boleh saya sarankan, segera bantu proses ijin CV Bintang Terang dan burung di titipkan kembali dan dilakukan pengawasan dan pembinaan.
Satu hal lagi, selama 8 bulan terakhir tidak ada penambahan jumlah burung yang signifikan dari CV Bintang Terang dengan jumlah 400 ekor lebih indukan.
Ini tidak masuk akal, dan telur gelap banyak beredar dipasaran dari Jawa Timur dengan harga Rp 700 Ribu, pada hal harga resmi Rp 3 Juta perbutir.
Salam Lestari ! Among Satwa Amrih Lestari …Kau Peduli, Aku Lestari..Singky Soewadji
Media ini berusaha melakukan konfirmasi ke Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, Dr. Nandang Prihadi, S.Hut., M.Sc. via pesan singkat, namun hingga berita ini dilansir masih belum mendapatkan respon/jawaban.
Namun saat media ini kontak dengan Kasubag Data Evaluasi Pelaporan dan Kehumasan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jatim, Gatut Panggah Pasetyo, ternyata posisinya masih mengikuti materi diklat pim. “Saya sedang diklat pim mas. Sek materi mas, nko lanjut yo,” jawabnya singkat. (q cox)
Foto: Dokumentasi saat Pendeta Rahmat menemui Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, Dr. Nandang Prihadi, S.Hut., M.Sc, di ruang kerjanya.