Peristiwa

Prof Dr Habil Josef Glinka, Perintis Antropologi Ragawi Indonesia Tutup Usia

66
×

Prof Dr Habil Josef Glinka, Perintis Antropologi Ragawi Indonesia Tutup Usia

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Universitas Airlangga kembali kehilangan salah seorang guru besar terbaiknya. Guru besar emeritus sekaligus perintis antropologi ragawi Indonesia Prof Dr Habil Josef Glinka, SVD tutup usia pada Kamis malam (30/8) di Rumah Sakit Katolik Vincentius A Paulo, Surabaya, Jawa Timur.

Semasa hidup, Prof Glinka banyak memberikan sumbangsih akademik untuk perkembangan antropologi, bukan hanya di UNAIR, namun di Indonesia. Bersama Lie Gwan Liong atau yang lebih akrab disapa Adi Sukadana, Prof Glinka merintis berdirinya Program Studi Antopologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR pada 1985.

Pada minggu-minggu awal, bersama Adi Sukadana, Prof Glinka mengajar hingga 14 jam per minggu. Ia mengajar bukan hanya di FISIP, tapi juga di Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UNAIR. Prof Glinka lantas dikenal sebagai antropolog ragawi, sementara Adi Sukadana sebagai antropolog budaya.

Selama 27 tahun mengembangkan antropologi di UNAIR, tepatnya pada 2017, Prof Glinka meminta pensiun karena alasan fisik yang tak lagi kuat untuk naik-turun tangga. Meski begitu, ia masih sering dimintai dosen maupun mahasiswa untuk konsultasi, sharing keilmuan, penguji eksternal dalam ujian doktor, hingga mengisi seminar.

Prof Glinka meraih gelar profesor dari Universitas Jagiellonian, Krakow, Polandia, pada 1977. Ia adalah antropolog lulusan Adam Mickiewicz University, Poznań, Polandia, yang secara kebetulan menulis disertasi doktoral mengenai Indonesia. Pastor lulusan Seminari Tinggi SVD di Pieniezno (Polandia) pada 1957 itu mengajar di Seminari Tinggi Ledalero, Flores sejak tahun 1966 sampai 1985.

Tahun 1984, atas persetujuan Prof Glinka, Adi Sukadana menulis surat untuk pimpinan Prof Glinka yang ditujukan di Roma. Setelah disetujui, pada Februari 1984, Prof Glinka lantas pindah ke Surabaya hingga tutup pada usia 86 tahun.

Juni 2016, saat diwawancara UNAIR NEWS, Prof Glinka mengaku telah menulis surat wasiat. Ia akan menyerahkan semua buku antropologi untuk disumbangkan sebagai bahan studi dan referensi antropologi di UNAIR.

Prof Glinka juga dikenal sebagai seorang poliglot, penguasa lebih dari satu bahasa. Ada sembilan bahasa yang Prof Glinka mengerti. Ada empat di antara sembilan bahasa itu yang benar-benar ia kuasai. Adalah bahasa Jerman dan Polandia yang didapatnya sejak bayi. Selain itu, ada bahasa Indonesia, Inggris, Ibrani, Yunani, dan Perancis.

Selamat jalan, Prof Glinka. Jasamu tak akan hilang termakan usia. Dan, setiap pemikiran serta penelitianmu turut mengantar manusia-manusia selanjutnya merengkuh napas peradaban. Sumber PIH UNAIR. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *