SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sangat serius dalam menyelesaikan pengentasan kemiskinan dan pengangguran di Kota Pahlawan. Karenanya, program Padat Karya menjadi salah satu aktualisasi konsep penanggulangan kemiskinan yang dirancang dengan melibatkan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam mengelola aset milik Pemkot Surabaya.
Wali Kota Eri Cahyadi mengatakan bahwa Kota Surabaya mendapat perhatian langsung dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Republik Indonesia (RI) untuk menandatangani komitmen bersama dalam launching Reformasi Birokrasi (RB) Tematik Penanggulangan Kemiskinan di Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (21/10/2022) lalu. Hasilnya, Kota Surabaya menjadi daerah percontohan RB Tematik Penanggulangan Kemiskinan.
Terdapat 9 pemerintah daerah yang menjadi pilot project penerapan RB tematik penanggulangan kemiskinan pada tahap pertama, dan 23 pemda pada tahap kedua. Wali Kota Eri Cahyadi memaparkan, dengan RB tematik penanggulangan kemiskinan, tata kelola birokrasi akan semakin berjalan dengan baik dalam mengakselerasi penurunan angka kemiskinan.
“Yang ada di benak saya adalah bagaimana anggaran pemerintah itu bisa mengurangi kemiskinan dan pengangguran di Surabaya. Disitulah anggaran pemkot bisa dikerjakan oleh warga Surabaya, seperti pembuatan seragam sekolah dan paving yang membuat penurunan kemiskinan cukup cepat,” kata Wali Kota Eri Cahyadi, Minggu (23/10/2022).
Dengan keterlibatan MBR dan UMKM di Kota Surabaya, ia mengaku bahwa ide gagasan tersebut kemudian dikoneksikan dengan program Padat Karya. Yakni, salah satu program pengentasan kemiskinan dan pengangguran yang bertujuan untuk mendongkrak perekonomian masyarakat di Kota Pahlawan. Sebab, pada tahun 2023, Pemkot Surabaya mengalokasikan anggaran sebesar 3 Triliun untuk pemberdayaan UMKM.
“Ternyata langkah yang dilakukan Pemkot Surabaya itu dipantau oleh Kementerian PANRB, serta cara yang paling signifikan dan cepat adalah yang seperti di lakukan di Surabaya. Sehingga kami kemarin tanda tangan perjanjian MOU untuk pengentasan kemiskinan. Surabaya ini adalah contoh untuk cara percepatannya, nanti dibahas kembali karena akan diterapkan ke wilayah – wilayah lain yang ada di Indonesia,” ungkapnya.
Cak Eri sapaan lekatnya menjelaskan, bahwa program Padat Karya yang dia besut dengan didukung oleh perguruan tinggi se – Kota Surabaya menjadi contoh aktualisasi program penanggulangan kemiskinan. Karena, Pemkot Surabaya secara transparan menyediakan lahan bagi masyarakat melalui aset yang dimiliki untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
“Seperti menyediakan lahan yang dimanfaatkan untuk warga dan hasilnya juga diberikan semua kepada mereka. Contoh ada yang dikelola untuk tempat cuci mobil dan lainnya, itulah yang menjadi perhitungan atau penilaian dari kementerian PANRB bahwa langkah Surabaya bisa ditiru oleh yang lain,” jelasnya.
Ia mencontohkan, seperti hasil dari pembuatan paving yang dilakukan oleh para MBR. Kini, mereka bisa mengantongi pendapatan menembus Rp 6 juta secara perorangan setiap bulan. Demikian pula dengan budidaya ikan bandeng yang dipanen setiap 6 bulan sekali. Hasilnya, para MBR juga mampu mengantongi pendapatan Rp 6 juta per orang, meskipun kegiatan tersebut telah berjalan selama hampir 5 bulan sejak program Padat Karya di launching oleh Pemkot Surabaya.
“Karena memang hasilnya membuat saya kaget, maka pemkot akan mendampingi terus melalui Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan (Dinkopdag) dalam memanfaatkan pendapatan agar bisa diolah. Itulah yang menjadi penilaian Menpan RB untuk kita dikembangkan, dipantau dan dikerjakan bersama setelah itu bisa diberikan (dicontohkan) ke daerah lain,” terangnya.
Di sisi lain, Cak Eri mengatakan bahwa jumlah angka kemiskinan di kota surabaya mencapai 200 ribu KK yang masuk dalam kategori desil 1 dan desil 2. Data ini merupakan data yang diberikan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) RI. Selanjutnya, Pemkot melakukan kroscek melalui aplikasi Chek In Warga, yang hasilnya banyak KK yang tinggal di luar Kota Surabaya.
“Ternyata banyak yang tidak ada di Surabaya. Lalu, data itu sudah berubah karena pemkot memiliki bukti foto rumah beserta aset yang dimiliki warga. Ini yang akan saya sampaikan datanya kepada Pak Menteri, sehingga yang betul membutuhkan dari 200 ribu KK yang masuk desil 1 dan 2 itu akan kita selesaikan di tahun 2023 dan kita lihat posisi kecamatan mana yang paling banyak, itu yang kita gempur dulu,” pungkasnya. (Q cox)