BisnisJatim Raya

Raih Gubes di Usia 39 Tahun, Heri Angkat Solusi Ketidakpastian di Era Big Data

79
×

Raih Gubes di Usia 39 Tahun, Heri Angkat Solusi Ketidakpastian di Era Big Data

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) akan mengukuhkan lagi 10 guru besar baru, Rabu (31/3) mendatang. Salah satunya adalah Prof Dr rer pol Heri Kuswanto MSi, yang dikukuhkan sebagai guru besar Statistika di usia yang baru menginjak 39 tahun dengan mengangkat orasi tentang pemanfaatan komputasi statistik sebagai solusi untuk mengatasi ketidakpastian di era big data.

Dalam orasinya tersebut, Heri yang saat ini tercatat sebagai guru besar termuda di ITS menjelaskan bahwa untuk mewujudkan suatu keputusan yang tepat diperlukan adanya pendekatan yang paling optimal. “Untuk itu perlu pemanfaatan komputasi statistik sebagai solusi dalam mengatasi ketidakpastian di era big data ini,” katanya.

Ahli komputasi statistika tersebut menerapkan pendekatan ensembel untuk menghasilkan performansi prediksi yang lebih bagus daripada hanya memanfaatkan model tunggal. Heri mengutip ucapan terkenal bahwa the only thing certain – is uncertainty, yang berarti ketidakpastian itu selalu ada atau pasti. Oleh karenanya, perlu adanya suatu pendekatan untuk mengurangi ketidakpastian di berbagai fenomena yang serba lincah, tidak menentu, kompleks, dan ambigu. Salah satu langkah yang umumnya digunakan adalah melakukan pemodelan statistika.

Wakil Ketua Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) ini menjelaskan bahwa dalam ilmu statistika, ketidakpastian atau yang biasa disebut probabilitas ini dapat dijawab dengan dua pendekatan. Cara pertama yakni dengan pendekatan teoritis melalui justifikasi kebenaran sifat-sifat penaksiran yang harus dipenuhi dalam kaidah statistika.

Namun, lanjutnya, kasus-kasus tertentu tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan ini. “Sehingga perlu digunakan pendekatan kedua yakni secara komputasi yang saat ini sudah menjadi backbone dari modern data science,” jelas Heri. Pemodelan statistika dapat menjadi solusi ketidakpastian karena manfaatnya di berbagai kepentingan baik eksplorasi data guna mendapatkan informasi yang berguna di dalam data, prediksi, klasifikasi, klasterisasi, dan lain sebagainya.

Heri menambahkan bahwa kondisi pada era big data ini sudah tidak bisa lagi menggunakan model statistika klasik untuk hasil yang akurat. Hal ini dikarenakan data besar ini menimbulkan kemungkinan bias pada sampel dan tingkat interdependensi yang lemah, tapi meluas pada data yang menambah risiko ketidakpastian.

Akan tetapi, metode-metode statistika yang dikembangkan saat ini masih didominasi oleh prinsip pemilihan model terbaik atau selection. Model ini dilakukan dengan cara membandingkan beberapa jenis metode dan mencari metode dengan nilai rata-rata error terkecil. Namun demikian, ini berarti ada pada satu atau beberapa titik tertentu bahwa model terpilih ini bukanlah model terbaik. “Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi model, terdapat ketidakpastian dalam metode selection tadi,” tandas Direktur Pascasarjana dan Pengembangan Akademik ITS ini.

Terdapat banyak jenis metode dalam pendekatan ensembel, beberapa metode yang digunakan oleh Heri adalah Random Forest (RF), Logistic Regression Ensemble (Lorens), dan Bayesian Model Averaging (BMA). Metode pertama yakni RF adalah suatu algoritma yang digunakan pada klasifikasi data dalam jumlah yang besar. Klasifikasi RF dilakukan melalui penggabungan pohon (tree) dengan melakukan training pada sampel data yang dimiliki. Penggunaan pohon (tree) yang semakin banyak akan mempengaruhi akurasi yang akan didapatkan menjadi lebih baik.

“Beberapa penelitian saya yang menggunakan metode RF adalah memprediksi kekeringan di Nusa Tenggara Timur menggunakan output TRMM dan MERRA serta penelitian performansi Random Forest dibandingkan metode lainnya untuk mendeteksi kasus epilepsi,” ungkap doktor Statistika lulusan Leibniz Hannover University, Jerman ini.

Heri telah berkolaborasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terkait aplikasi ensemble forecast menggunakan BMA untuk melakukan prediksi cuaca di Indonesia dengan memanfaatkan output HyBMG. Prediksi ini sangat berguna juga sebagai referensi kalender tanam untuk petani.

Selain itu, Heri juga tengah mengembangkan sistem prediksi kekeringan di Indonesia dengan output dari North America Multimodel Ensemble (NMME) yang dikalibrasi menggunakan BMA. “Ke depannya, diharapkan sistem ini akan dapat membantu pemangku kepentingan terkait prediksi cuaca jangka pendek dan musiman, sebagai langkah mitigasi bencana kekeringan, maupun hidrometeorologi lainnya,” terang Heri.

Di akhir, dosen yang mendalami ilmu peramalan deret waktu dan ekonometrika ini memiliki harapan bahwa pendekatan ensembel bisa semakin mainstream lagi di Indonesia. Telah banyak contoh pengaplikasian pendekatan ensembel pada berbagai bidang ekonomi, kesehatan, dan teknologi informasi. Sehingga, tidak menutup kemungkinan bahwa pendekatan ensembel akan lebih besar lagi untuk bisa menyelesaikan berbagai problem dengan ketidakpastian Indonesia yang tinggi di era big data ini. (q cox, tama dinie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *